Presiden Soeharto (6): Misi Netralisasi Pasukan Pendukung PKI Madiun
Keberhasilan Kapten Tjokropranolo hanya dimungkinkan atas kehendak Letkol Suadi Suromihardjo sendiri setelah berhasil dinetralisasi Letnan Kolonel Soeharto dari pengaruh PKI. Keberhasilan membawa kembali Letkol Suadi Suromihardjo menyebabkan dukungan KPPS terhadap FDR/PKI mengalami disorganisasi dan KPPS mampu dikonsolidasi kembali untuk berada dalam barisan Republik. Kekuatan pasukan PKI Madiun kemudian berhasil dihancurkan.
Keterlibatan Letnan Kolonel Soeharto dalam peristiwa Solo dan Madiun merupakan pergesekan dirinya untuk kedua kalinya, setelah peristiwa 3 Juli 946, dalam tarik ulur kumparan politik dan militer. Bagaimana para patron militernya —Jenderal Soedirman dan Kolonel Gatot Soebroto— mengambil sikap dalam kasus itu, kelak menjadi pelajaran bagi Letkol Soeharto dalam menghadapi kasus-kasus serupa, seperti halnya penumpasan G.30.S/PKI pada tahun 1965.
Kelak, setelah menjadi Presiden, Pak Harto mengingatkan bahwa peristiwa Madiun merupakan implikasi negatif penyimpangan UUD 1945, yaitu perubahan sistem presidensil menjadi parlementer untuk yang kedua kalinya.
Implikasi penyimpangan pertama telah memicu terjadinya peristiwa kudeta 3 Juli 1946. Sedangkan kedua, peristiwa Madiun, dipicu oleh konflik politik dan akhirnya menimbulkan konflik militer. Partai Sosialis terbelah menjadi dua kubu, yaitu PSI yang dipimpin Sutan Syahrir dan Partai Sosialis dibawah pimpinan oleh Amir Sjarifudin yang bergabung dalam FDR atau PKI. Perpecahan itu menimbulkan bentrokan dan pertentangan mengenai cara menghadapi Belanda.
Konflik politik itu diperparah oleh keberhasilan PKI melakukan infiltrasi dalam tubuh TNI, untuk kemudian melakukan adu domba antar satuan kekuatan TNI.