Presiden Soeharto (6): Misi Netralisasi Pasukan Pendukung PKI Madiun

Namun demikian, pada tanggal 21 September 1948, tidak semua komandan pasukan yang bertikai menghadap Kolonel Gatot Soebroto, sebagaimana tenggat ultimatum yang sudah ditetapkan. Diantara Komandan yang membangkang dan tidak memenuhi ultimatum itu adalah Letnan Kolonel Suadi Suromihardjo (Komandan KPPS) Solo, Mayor Slamet Riyadi dan Mayor Soediarto. Masalah tersebut apabila tidak segera diselesaikan akan memperlemah kekuatan TNI, karena pada tanggal 19-nya, FDR atau Front Demokrasi Rakyat atau Pemberontak PKI Madiun, telah mengumumkan perlawanannya terhadap Republik Indonesia.

Untuk menetralisasi pembangkangan para komandan tersebut, Jenderal Sudirman memerintahkan Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Brigade X Divisi III Diponegoro Yogyakarta. Misi tersebut untuk menetralisasi keterlibatan lebih jauh Letkol Suadi Suromihardjo dalam Gerakan Pemberontakan FDR/PKI Madiun dan mengembalikannya kedalam barisan republik.

Ketegangan antar pasukan sudah sangat mengkawatirkan. Mayor Achmadi Wiranatakusumah, Komandan Batalyon 3/Brigade I Siliwangi, mengakui bahwa kedua belah pihak, baik brigade-brigade siliwangi maupun KPPS, bertempur secara fanatik. Tidak jarang perkelahian perorangan dengan sangkur terjadi. Maka penyelesaian konflik tersebut tidak cukup perundingan di atas meja, namun juga harus dilakukan gelar pasukan yang disegani kedua belah pihak untuk menengahi konflik keduanya.

*

Upaya Letko Soeharto meyakinkan Letkol Suadi Suromihardjo tidak berjalan mulus. Selain sudah terkena doktrin FDR atau PKI, Letkol Suadi Suromihardjo tentu menghitung sanksi dampak pembangkangannya terhadap ultimatum Kolonel Gatot Subroto. Ia justru memanfaatkan kedatangan Letnan Kolonel Soeharto untuk melaksanakan misi Djoko Suyono atau komandan militer pasukan-pasukan pemberontak PKI Madiun, yang hendak menunjukkan bahwa keadaan Madiun aman dan tertib, serta pemerintahan Front Nasional yang baru dibentuknya berjalan dengan baik.

Lihat juga...