Surat Perintah 11 Maret
Akhirnya tuntutan reshuffle kabinet sesuai dengan Tritura dipenuhi pada 22 Februari 1966, dan diumumkan susunan kabinet yang terdiri dari lebih 100 orang menteri (dikenal dengan kabinet 100 menteri).
Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan Jenderal AH Nasution, “alumni pahlawan revolusi”, yaitu jenderal yang lolos dari pembantaian pemberontak G30S/PKI, tidak masuk dalam kabinet baru ini. Akan tetapi, nama-nama yang dicurigai terlibat dalam pemberontakan G30S/PKI malah masih tetap bercokol di kabinet.
Pada pelantikan anggota kabinet 24 Februari, ribuan mahasiswa dan pelajar melakukan demo di depan istana berusaha menggagalkan pelantikan itu. Para pendemo berusaha masuk ke istana hingga terjadi bentrok dengan pasukan Cakrabirawa, pasukan pengawal presiden.
Dalam bentrok itu, seorang mahasiswa bernama Arif Rahman Hakim tewas tertembak. Tewasnya Arif Rahman Hakim menjadi martir, membuat demo bertambah besar yang terjadi hampir setiap hari.
Sampai pada demo 11 Maret 1966 di depan istana, Panglima Kodam V Jaya mengindikasi ada pasukan liar hingga Bung Karno meninggalkan istana pergi ke Bogor. Sore hari, tiga jenderal yaitu Basuki Rahmat, M Yusuf dan Amir Mahmud, menemui Bung Karno di Istana Bogor.
Setelah berdialog cukup panjang antara tiga jenderal dengan Bung Karno mengenai cara mengatasi keadaan waktu itu di mana keamanan dan ketertiban sulit dicapai pasca pemberontakan G30S/PKI, akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah untuk Letnan Jenderal Soeharto yang isinya antara lain: “Memberikan perintah untuk melakukan tindakan apa pun demi terciptanya keamanan dan ketertiban.” Surat perintah ini disingkat Supersemar.