Ibnu Salman di Negeri Ibnu Saud

Catatan Ringan Akhir Pekan T. Taufiqulhadi

T. Taufiqulhadi (CDN/Istimewa)

Secara historis, apa yang disebut al-Saud itu mengacu kepada dua tokoh ternama di padang pasir itu: ada Muhammad bin Saud (w. 1765), dan ada Abdul Aziz bin Abdurrahman al Saud (w. 1953). Yang pertama pendiri sebuah keemiran dengan pusat di Dir’iyah, Emirat Nejad; dan yang terakhir pendiri kerajaan hasil gabungan keemiran Nejad dan Hejaz  di tanah Arabia tengah yang luas bukan kepalang itu. Orang kedua itu keturunan yang pertama.

Al-Saud awal itu adalah seorang pemimpin kabilah yang berpengaruh dan kemudian mendirikan sebuah keemiran  di Dir’iyah.  Semasa Ibnu Saud inilah ia didatangi Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab yang meminta perlindungannya.  Hasilnya, dalam berpolitik al Saud akan menggunakan Islam dengan tabiat seperti yang diajarkan Syeikh Abdul Wahab ini.  Sementara Abdul Wahab dan cicit-cicitnya kelak, akan terus mendukung keluarga al Saud untuk memerintah.

Sepeninggal Ibnu Saud ini, kepemimpinan di Dir’iyah jatuh ketangan anaknya, Abdul Aziz. Abdul Aziz ini adalah tipe pemimpin yang kuat dan berapi-api.  Semasanya, pada 1802, ia memimpin 10.000 bala tentaranya menyerbu Karbala. Di kota kecil ini, ia membantai 2000 orang. Perempuan dan anak-anak yang tidak tahu perang, juga tidak paham  Wahabi, dibasmi semua  bersama kambing-kambing mereka.

Perilaku ganas pasukan Wahabi yang dipimpin Abdul Aziz ini membuat khawatir Turki Usmani di Istanbul dan menganggapnya sebagai ancaman. Pada 1814, putra pendiri Keemiran Dir’iyah ini  disergap sekelompok anggota kabilah lain di suatu tempat, kepalanya di kemplang hingga  terjungkal dari kudanya. Tak lama, ia pun pun pamit  menyusul perempuan dan anak-anak Karbala ke  alam baka.

Lihat juga...