Mekanisme Pengangkatan Anggota DPRP Papua Digugat ke MK

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materiil UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Otsus Papua). Dalam permohonan, Pemohon mendalilkan Pasal 6 ayat (2) UU Otsus Papua terkait pengangkatan anggota DPRP bertentangan dengan UUD Tahun 1945.

Pasal 6 ayat (2) UU Otsus Papua sendiri berbunyi “DPRP terdiri atas anggota yang dipilih dan diangkat berdasarkan peraturan perundang-undangan.”

Meniru kuasa hukum Pohon, Habel Rumbiak menyebutkan bahwa pemilu merupakan aktualisasi nyata demokrasi. Rakyat dapat menyatakan kedaulatan dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah khususnya lagi pada daerah yang menganut asas desentralisasi dan otonomi daerah.

“Dengan adanya praktik pengangkatan anggota DPRP Provinsi Papua dan Papua Barat yang dilakukan pemerintahan daerah merupakan tindakan penyimpangan terhadap demokrasi yang telah dianut dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia, dengan menciptakan diskriminasi, ketidakadilan, dan berpotensi menimbulkan konflik,” kata Habel Rumbiak di hadapan majelis hakim MK saat uji materil UU Otonomi Khusus Papua di Gedung MK, Jakarta, Senin (20/1/2020).

Rumbiak mengatakan, menurut Gubernur Papua bahwa pengangkatan anggota DPRP menimbulkan konflik. Sehingga sebaiknya keanggotaan DPRP 2014-2019 diteruskan pada periode berikutnya agar tidak menimbulkan permasalahan-permasalahan baru.

Sebaliknya, di Provinsi Papua Barat dalam rekrutmen calon-calon anggota DPRP, melalui pengangkatan terjadi masalah hukum karena seorang Ketua Majelis Rakyat Provinsi Papua Barat ditunjuk dan menjadi anggota panitia seleksi.

Lihat juga...