Menyorot Penyusunan APBD DKI 2020

Atas keterlambatan tersebut, pihak Kemendagri menyatakan akan memberi surat teguran, namun masih belum diberikan sanksi karena berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 312, dijelaskan bila APBD belum disahkan sebelum tahun anggaran baru, maka ada sanksi administratif tidak dibayarkan gaji selama enam bulan.

“Artinya bila sampai dengan sebelum dimulainya tahun anggaran baru, yaitu 1 Januari belum juga disetujui bersama APBD, maka itu kepada kepala daerah atau DPRD itu dapat dikenai sanksi,” ujar Direktur Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Syarifuddin, saat dihubungi di Jakarta, Kamis (12/12).

Pemprov DKI Jakarta pun mengakui adanya keterlambatan tersebut, bahkan sejak pembahasan KUA-PPAS 2020 yang seharusnya sudah disepakati sejak Agustus 2019 sesuai jadwal yang ditentukan Kemendagri.

Namun yang terjadi, pembahasan KUA-PPAS DKI 2020 baru dilakukan intensif pada Oktober 2019. Pemprov beralasan, bahwa keterlambatan tersebut disebabkan berbagai faktor, salah satunya pelantikan dan penyusunan alat kelengkapan dewan (AKD) DPRD DKI Jakarta periode 2019/2024 yang baru dibentuk pada 21 Oktober 2019.

“Salah satu variabel (penyebab keterlambatan) pergantian anggota dewan, itu salah satu variabelnya,” kata Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Saefullah, Kamis (7/11).

Tetapi selain melenceng jadwal pembahasannya, APBD DKI 2020 juga sarat akan kontroversi, terutama mengenai kejanggalan anggaran yang masuk dalam pembahasan KUA-PPAS 2020, seperti anggaran lem, bolpoin dan sebagainya yang menjadi bayangan kejanggalan dalam penyusunan APBD DKI 2020.

Kejanggalan

Hampir di sepanjang pembahasan dokumen anggaran DKI, setidaknya berdasarkan pantauan, ada delapan pos anggaran yang mendapat perhatian luas publik.

Lihat juga...