KUPANG – Akademisi dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikhael Bataona, mengatakan, tuntutan agar Presiden Jokowi menerbitkan Perppu hasil revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi tidak boleh mengabaikan prosedur dalam negara hukum.
“Soal protes mahasiswa terkait revisi UU KPK, saya kira hal paling penting adalah mematuhi prosedur-prosedur dalam negara hukum,” kata Mikhael Bataona, di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin (30/9/2019).
Dia mengemukakan pandangan itu, terkait tuntutan kepada Presiden Joko Widodo agar menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), untuk membatalkan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi.
Menurut dia, hal paling penting adalah mematuhi prosedur-prosedur dalam negara hukum yang demokratis, bahwa jalur hukum melalui judicial review ke MK adalah jalur konstitusional.
“Ketika jalur konstitusional ini diabaikan, maka kita sedang mempertontonkan cara-cara yang katanya demokratis, padahal antidemokrasi,” katanya.
Dengan kata lain, menggunakan demokrasi untuk mengkhianati demokrasi itu sendiri, kata Pengajar Ilmu Komunikasi Politik dan Teori Kritis pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Unwira itu.
Dia menambahkan, publik bisa melihat, bahwa tren menggunakan gerakan massa untuk menekan pemerintah adalah sebuah model sabotase bergaya hukum rimba terhadap prosedur-prosedur dalam negara hukum yang demokratis.
“Artinya, jika semua hal harus diselesaikan dengan cara-cara gerakan massa seperti itu, lalu apa gunanya ada kanal-kanal komunikasi politik dan untuk apa ada lembaga-lembaga dalam negara? ” katanya.