“Hantu kok merokok,” kata Pak Wanto pendek.
“Jadi Pak Wanto pernah melihat hantu?” Warsono semakin penasaran.
Lagi-lagi Pak Wanto hanya tersenyum, sambil menyalakan sebatang rokok dia mengajak Warsono keliling kampung dan melewati kuburan, mengambil jalur sebelah kanan sehingga tidak melewati rumahnya.
Warsono berjalan mengikuti Pak Wanto, sambil terus mengajak berbincang, mungkin untuk menghilangkan rasa takut.
Di dekat makam, pak Wanto berhenti sejenak, memperhatikan area makam dan memperhatikan pohon di tengah makam, yang ada lincak atau bangku kayunya. Dirinya seringkali tengah malam duduk sambil merokok di situ.
“Sepertinya ada sesuatu yang bergerak di bawah pohon itu,” Pak Wanto menggoda Warsono.
Warsono diam ketakutan, dan tubuhnya menempel di tubuh Pak Wanto. Lalu dalam sekejap Warsono lari kencang sambil teriak keras.
“Hantu…. Hantuuuuuu,” seru Warsono sambil lari.
Pak Wanto tertawa dan kembali ke pos ronda.
***
SETELAH beberapa puluh tahun menjadi juru kunci, jarang ada warga kampung yang bermain di makam. Hanya kalau siang hari terkadang ada sejumlah warga duduk di dekat makam, di luar pagar dinding makam, di bawah pohon.
Mungkin merasa semilir jika siang hari, sambil ngobrol duduk di bawah pohon meski di dekat makam. Hampir tidak ada warga kampung yang mengajak ngobrol Pak Wanto sambil duduk di lincak yang ada di tengah makam.
Biasanya, kalau berbincang dengan Pak Wanto di teras rumahnya yang menghadap ke jalan, tidak langsung menghadap ke makam.
Namun belakangan ini ada seorang anak muda, usianya belum genap 30 tahun, sering mengajak ngobrol Pak Wanto, sore hari atau malam hari sambil duduk di atas lincak di tengah makam. Anak muda ini, tidak seperti warga kampung lainnya, tidak merasa takut malam hari duduk di tengah makam.