“Di mana hantunya?” tanya Narjo pada Sulis.
“Di tengah makam itu” katanya sambil gugup dan jarinya menuding pohon.
“Di bawah pohon itu?” tanya yang lain.
Sulis menggangguk. Masih terlihat wajah ketakutan. Warga kampung membawa lampu senter, dan menyorotkan ke area makam. Tapi, tidak terlihat ada tanda-tanda hantu di tengah makam.
“Jangan-jangan kamu mabuk, Lis,” komentar salah seorang.
Sulis menggeleng, tapi mulutnya bau minuman keras.
Pak Wanto sudah terlelap ketika warga kampung ribut soal hantu di tengah kuburan. Tak satu pun warga kampung mempunyai inisiatif membangunkan Pak Wanto untuk memberi tahu perihal hantu di tengah kuburan.
Hal-hal seperti itu sering terjadi di kuburan di mana Pak Wanto menjadi juru kunci, dan warga kampung selalu dikabarkan melihat hantu.
Padahal sebagai juru kunci, pak Wanto tidak pernah melihat seperti apa yang, katanya pernah dilihat oleh para tetangga, yang terkadang tengah malam lewat, dan hanya lewat dekat makam.
Pak Wanto sendiri bukan hanya lewat, bahkan tidur dekat makam, atau duduk-duduk di tengah makam di malam hari. Tak pernah melihat hantu dalam berbagai macam jenisnya, atau jenazah bangun dari salah satu nisan.
Maka, Pak Wanto sering geli mendengar cerita tetangga yang, dari ceritanya pernah melihat hantu menghisap rokok di tengah kuburan.
“Pak Wanto, selama menjadi juru kunci dan tidur di dekat makam apakah pernah melihat hantu?” tanya Warsono di Pos Ronda kampung ketika keduanya mendapat giliran ronda.
Pak Wanto hanya tersenyum. Menghisap rokok, dan meneguk kopi yang tersedia di pos ronda. Sama sekali tidak merespon pertanyaan Warsono.
“Masak sih pak tidak pernah melihat, warga kampung saja sering melihat hantu merokok di tengah kuburan,” Warsono penasaran.