Bawalah Saya dari Halmahera

CERPEN ARIS KURNIAWAN

Setelah itu kami bercerai. Dia kembali ke Gorontalo membawa anak kami, saya kembali ke Jailolo.
Sejak itu saban bulan saya harus menyeberang ke Ternate untuk memenuhi hasrat bercinta. Di Ternate meskipun kecil ada klab dan tempat minum-minum.

Saya tidak mungkin berkencan dengan perempuan di sini. Bisa-bisa saya dipaksa menikah. Saya tak mau menikah. Berkeluarga itu menjengkelkan. Lagi pula mahal sekali untuk meminang perempuan di sini.

Jadi, besok kamu mau ke Tufiri, naik perahu dayung lagi? Lihat kulit dan wajahmu belang-belang. Oke-oke, malam ini tidurlah yang nyenyak supaya besok lebih segar. Saya akan datang pagi-pagi menjemputmu.

Tetapi kalau boleh tahu, apa betul kamu hanya berteman dengan Willy? Tak apa kalau kamu tak mau menjawab pertanyaanku.

Saya baru ingat, Willy itu aktivis lingkungan. Dia dan teman-temannya rajin menanami kembali terumbu karang yang rusak, memunguti sampah-sampah plastik di perairan Halmahera.

Itulah pekerjaannya. Tapi jangan lama-lama di Tufiri. Karena sore hingga malam nanti kita ke desa Suku Sahu, suku terbesar di Halmahera Barat. Ada perayaan adat Horom Toma Sasadu.

Kamu senang melihat tarian tradisional kan? Di perayaan adat ini kamu boleh ikut menabuh tifa dan menari. Tentu saja ada tari Cakalele. Tarian yang kamu bilang membuat jiwamu menggelegak gembira dan menemukan kembali sesuatu entah apa yang pernah hilang dalam jiwamu.

Ah kamu, ada-ada saja.

Habis menari kalau lapar kamu dapat langsung makan nasi cala, nasi yang dimasak dengan cara dibungkus daun pisang lalu dimasukkan ke dalam batang-batang bambu sebelum dibakar. Rasanya gurih dan sedap.

Lihat juga...