Bawalah Saya dari Halmahera

CERPEN ARIS KURNIAWAN

Bayangkan, kami masak saja masih pakai kompor minyak bersumbu dua puluh. Bagaimana mau bikin ayam goreng cepat saji kalau kompor gas saja tak ada. Buang-buang waktu kan?

Di sini waktu memang bergerak seperti siput. Pelan dan menjengkelkan. Apa? Kamu menyukai kelambanan? Hahaha. Semua orang menginginkan kemudahan dan keserba-lekasan. Itulah ciri peradaban modern. Kenapa di dunia ini ada orang yang menyukai kelambanan seperti kamu?

Sebentar lagi kita sampai di Pulau Gorngofa. Hai kenapa wajahmu muram? Baiklah, saya pelankan mendayung supaya kamu bisa menikmati semua pemandangan ini lebih lama, menghayati desir angin dan suara ombak.

Ikan-ikan berenang dan mengejar kita di bawah permukaan air jernih seolah terbang. Pohon-pohon kelapa yang berkeriap daunnya melambai-lambai di gigir bukit.

Lihatlah, angin yang mendorong laju perahu kita. Bukan karena saya cepat mendayung. Ayo berikan tanganmu. Nah. Sekarang kita sudah menjejak di Pulau Gorngofa. Hanya begini-begini saja kan? Dinding karang yang tabah diterjang gelombang berulang-ulang sejak nun miliran tahun silam…

Dari Pulau Gorngofa kita menyeberang lagi ke perbukitan Jailolo. Di lerengnya yang agak landai sedang ada perhelatan Jailolo Kitchen. Ini perhelatan masak-memasak. Semua kuliner tradisional Jailolo disajikan. Kamu bilang pengin mencicip semua kuliner kami, bukan?

Mereka mendirikan tenda, membuat panggung dan dapur. Semuanya dari batang-batang pohon bambu, kelapa, dan terutama enau.

Mereka juga membuat bangku-bangku dan meja panjang untuk menyajikan masakan sambil menari. Bahkan saat meracik bumbu pun mereka lakukan sambil menggerakkan kaki dan bahu secara ritmis. Para laki-laki menabuh tifa dan gong kecil di panggung.

Lihat juga...