Kamu akan dipersilakan mencicip semua kuliner yang disajikan. Jangan protes ke saya kenapa mereka menamai acara ini Jailolo Kitchen dan bukan Dapur Jailolo. Apalagi protes kenapa mereka tak mampu menangani sampah plastik dari acara ini.
Duduklah di sana sambil menghirup air jahe hangat campur nira dengan taburan kacang tanah di bawah kerindangan pohon cengkeh dan pala. Akan kupetikkan sebutir pala untukmu. Kamu mau memetik sendiri?
Ya mirip apel dan warnanya kekuningan serupa markisa, namun dagingnya tidak selunak itu. Kamu bisa menggigitnya langsung. Rasanya pedas dan membuat rongga mulutmu kesat, semriwing tanpa perlu sikat gigi dan berkumur.
Lelaki itu, ya lelaki bertampang Portugis itu, kepala desa sini. Namanya William Calvin. Dia pasti senang menjawab pertanyaan orang-orang seperti kamu yang baru melihat perhelatan ini. Bahkan dia tak keberatan memperagakan cara memetik cengkeh di dahan-dahannya yang tinggi sekadar untuk kamu potret.
Saat ini harga cengkeh sedang jatuh, hanya Rp80 ribu per kilo. Karena persediaan sedang melimpah. Maklum, para petani cengkeh menanen dalam waktu hampir bersamaan. Pada saat yang tepat, harganya bisa mencapai Rp190 ribu per kilo.
Mau apa ke Desa Guaeria di Tufiri? Itu desa yang sangat sepi. Penduduknya hanya beberapa puluh orang. Mereka tinggal di rumah-rumah panggung di antara lereng bukit dan garis pantai. Lebih senyap dari Pelabuhan Jailolo.
Mau ketemu Willy? Siapa dia, pacar kamu? Bagaimana kalian bisa saling mengenal? Oh kamu blogger.
Kalau kamu menikah dengan orang sini, kamu tak akan sulit ke mana-mana. Dulu saya pernah menikah dengan orang Gorontalo, waktu kami kuliah di Ternate. Kami menikah terpaksa karena pacar saya hamil.