Sosok Soeharto dalam Kenangan Tengku Zulkarnain
Editor: Koko Triarko
Barter pesawat terbang CN-235 Gatotkaca dengan beras ketan pun menjadi bahan olok-olok rakyat Indonesia dalam setiap kesempatan.
“Orang menghina pesawat terbang kita, nggak dihargai cuma dibayar beras ketan dan jagung. Saya tanyakan itu langsung kepada Pak Harto, saat saya dan Bustamil Arifin berdialog dengan Beliau di rumah Cendana,” ujar Tengku.
Pak Harto, kata Tengku, dengan senyum khasnya menjawab sangat bijaksana. Beliau mengatakan, kalau dirinya belajar barter itu dari Perdana Menteri India, Indra Gandhi.
Yakni, negara India pada 1975-an mengekspor bus Tata ke Indonesia. Kemudian bus Tata yang dioperasikan DAMRI ini menjadi transportasi di kota-kota besar di Indonesia. Seperti, Bandung, Semarang, dan Surabaya.
Saat Pak Harto akan membayar bus tersebut dengan dolar, Indra Gandhi menolak dan meminta dibayar beras. Karena waktu itu India sedang kesusahan beras. Sebaliknya, Indonesia sedang surplus beras atau swasembada pangan.
“Saya tanya kenapa tidak mau uang? Indra Gandhi mengatakan, kirimkan saya beras. Karena kita sedang kesusahan beras. Kalau kami terima uang, lalu belikan beras, maka kami akan kena pajak 15 persen. Tapi, kalau kami terima beras langsung dari Pak Harto, kami tidak akan kena pajak, karena beras itu pembayaran, bukan ekspor. Untung 15 persen untuk rakyat kami,” ujar Tengku, menirukan ucapan Pak Harto, kala itu.
Maka ketika pesawat terbang CN-235 Gatotkaca dibeli negara Thailand, Pak Harto meminta kepada Thailand agar membayarnya dengan beras ketan dan jagung. Karena waktu itu, Indonesia sangat membutuhkan komoditas tersebut untuk mencukupi kebutuhan rakyat.