Sosok Soeharto dalam Kenangan Tengku Zulkarnain
Editor: Koko Triarko
Disiplin khataman ini diterapkan Pak Harto dan Ibu Tien Soeharto sejak semasa hidupnya. Hingga mereka wafat, tradisi khataman Alquran tetap menjadi pencerah hati Keluarga Cendana untuk terus dijalankan.
“Kan berarti hebat keluarga Presiden RI yang mengemban tugas 32 tahun ini. Anak-anaknya khatam Alquran setiap tahun. Anak kepala desa saja belum tentu khatam Alquran di bulan Ramadan,” tukas Tengku.
Selama dekat dengan Presiden kedua RI, Tengku mengaku Pak Harto itu tidak pernah bersangka buruk terhadap orang lain. “Saya itu lama bergaul dengan Pak Harto, dari 1998 sampai Beliau wafat. Belum pernah keluar dari ucapan Pak Harto itu menjelekkan orang. Pasti sangka baik terus sama orang,” ujar pria lulusan fakultas Sastra Inggris Universitas Sumatra Utara (USU).
Tengku sangat prihatin, banyak orang yang memfitnah Pak Harto, tidak ada baiknya dalam memimpin bangsa ini. Bahkan, menurutnya, anak-anak muda yang baru lahir dan belum pernah bertemu Pak Harto, juga berani menjelekkan Bapak Pembangunan ini.
Menurutnya, mana ada manusia yang tidak ada baiknya. “Baiknya Pak Harto itu diikuti saja, nggak usah malu-malu. Kekurangannya kita sempurnakan, baru bangsa ini maju,” tegasnya.
Masih kenangan manis Tengku bersama Pak Harto, yakni saat keduanya berdialog tentang pesawat terbang CN-235 Gatotkaca, produksi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), yang sekarang berubah menjadi PT Dirgantara Indonesia (DI). Pesawat terbang CN-235 Gatotkaca ini dijual ke Thailand dengan barter beras ketan dan jagung, bukan dengan dolar.
Bukan pujian yang diperoleh Pak Harto dari kebijakan tersebut. Justru cercaan bertubi-tubi yang diarahkan oleh banyak kalangan, mengomentari produk canggih ditukar dengan beras ketan hasil pertanian Thailand.