Melihat Gerakan Silat dari Tari Rantak
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Soal apakah ia bisa menari, dan apakah orang-orang yang seperti itu pas menarinya, seakan seperti menjadi persoalan yang kesekian. Sementara Gusmiati Suid kebalikan dari hal itu.
Lalu, bagaimana dengan tari Rantak yang kini telah diajarkan di sejumlah sanggar tari yang ada di Sumatera Barat? Rahmi menyatakan untuk melihat tari Rantak sesungguhnya, perlu dikenalkan standar sebuah tari Rantak, sehingga tidak lahir tari Rantak yang diinovasi lari dari esensi tari Rantak.
“Dulu itu, dalam penampilan tari rantak, latar gelap, bahkan pakaian dari sang penari juga turut gelap, tata rias juga gelap. Kenapa demikian? biar penonton bisa merasakan esensi dari tari Rantak, yang kental dengan gerakan silek, dan bukan tari yang gemulai,” tegasnya.
Sementara kini, banyak orang menyatakan kalau tari Rantak itu tidak seperti dulu lagi, dan bahkan bagi seniman yang memang kenal betul dengan tari Rantak merasa sedih, karena tari Rantak tidak setegas dulu. Banyak inovasi yang bukan membuat makin bagus, tapi malah makin jatuh nilainya.
Menurutnya, dulu tari Rantak merupakan tari tradisional yang dinamis dan juga menarik untuk ditonton. Ditampilkan pada acara-acara adat dan kebudayaan, termasuk resepsi pernikahan berkebudayaan dan beradat Sumatera Barat.
Gusmiati Suid sendiri, demikian Rahmi memamparkan, gurunya itu meninggal di Jakarta, 28 September 2001 pada umur 59 tahun.
Ia dipandang sebagai seorang maestro tari di dunia seni tari kontemporer Indonesia. Almarhumah juga telah melahirkan beberapa karya seni tari terkenal, diantaranya tari Kabar Burung, Api Dalam Sekam dan tari Rantak pada tahun 1976.