Melihat Gerakan Silat dari Tari Rantak
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
“Guru saya itu punya pandangan khusus yang tidak bisa kita pahami. Bagaimana kriteria orang yang bisa dijadikan murid untuk berlatih tari Rantak itu. Hanya beliau yang bisa memahami. Tapi dari yang saya lihat, postur tubuh dan kecantikan bukanlah jadi tolak ukur pertama beliau,” ujarnya ketika menyampaikan materi tentang tari Rantak, Jumat (23/8/2019).
Rahmi menjelaskan, di dalam tari Rantak ini, pada dasarnya ialah gerakan silek. Hal yang bisa dilihat itu, yaitu tagak-tagak (berdiri tegak), gerakan yang melambangkan konsep merenung sebelum melakukan tindakan sesuatu.
Lalu ukua jo jangko (gerakan seperti mengukur), gerakan yang bermakna melakukan segala sesuatu harus sesuai dengan kemampuan dan diukur dengan baik.
Pandang kutiko (memandang), yaitu gerakan yang memiliki makna kemampuan dalam menafsirkan sebuah peristiwa atau pun pelajaran dengan bijaksana dan tidak berat sebelah.
Selanjutnya, garak-garik (bergerak), yaitu gerakan yang memiliki makna inisiatif dalam melakukan sesuatu yang baik, kewaspadaan, dan penuh kepekaan. Raso Pareso, yaitu gerakan yang melambangkan pikiran yang telah menyatu dengan hati nurani.
“Jadi semua gerakan tersebut memang memperlihatkan gerakan silek. Tujuannya mentransformasi gerakan silek ke seni tari, ialah untuk melestarikan kesenian Pencak Silat. Dan juga untuk menunjukkan filosofi gerakan Pencak Silat dalam kesatuan gerakan,” ucap mantan Rektor Universitas Dharma Andalas ini.
Berbicara tentang kriteria dari yang dibutuhkan dalam belajar tari Rantak, Rahmi melihat ke zaman sekarang. Banyak seniman memilih penari atas dasar postur tubuh yakni harus tinggi dan langsing, serta memiliki paras wajah yang cantik atau tampan untuk laki-laki.