Langga dan Buras Sajian Khas Suku Bugis Menyambut Hari Raya

Editor: Koko Triarko

Beras ketan yang sudah dikukus selanjutnya dicetak dengan bambu atau pipa. Ketan yang sudah matang dicetak berukuran tipis untuk Langga selanjutnya disusun dengan lapisan daun pisang.

Susunan ketan yang sudah matang tersebut dibungkus lagi dengan daun pisang, lalu diikat menggunakan tali membentuk bulatan. Semua proses tersebut dikerjakan secara bersama dengan sejumlah wanita.

“Setelah semua ketan dibungkus menjadi Langga, proses selanjutnya dilanjutkan dengan membuat Buras,” beber Marniati.

Buras atau Burasa, menurut Marniati, sejatinya merupakan lontong. Berbeda dengan Langga yang dibuat dari ketan, buras dibuat menggunakan beras biasa. Setelah beras dimasak menjadi nasi, selanjutnya nasi dibungkus memakai daun pisang.

Pengemasan Buras dibuat pipih dua bagian seperti saat membuat kue nagasari. Semula, proses menali bungkus Buras kerap memakai janur atau daun kelapa muda, namun untuk kepraktisan kini menggunakan tali rafia.

Langga dan Buras yang sudah dikemas memakai daun pisang selanjutnya direbus, kemudian proses perebusan akan dilanjutkan oleh kaum laki-laki. Sebab, perebusan kerap menggunakan tungku berbahan kayu bakar. Langga dan Buras akan dimasukkan dalam dandang besar. Memasak untuk mendapatkan Langga dan Buras empuk, kerap membutuhkan waktu berjam-jam.

“Prosesnya dilakukan sejak pagi, ketika kaum laki-laki bergantian memasak Langga dan Buras, kaum wanita mulai membuat lauk,” ujar Marniati.

Penggunaan santan pada Langga dan Buras, lanjut Marniati, membuat kuliner tersebut memiliki rasa gurih. Sebagai hidangan khas saat Lebaran, kedua kuliner tersebut kerap dijadikan bekal saat melakukan perjalanan jauh. Sembari menunggu Langga dan Buras empuk, Marniati bersama dengan ibu rumah tangga lain membuat kuah opor ayam.

Lihat juga...