MK: Pengumuman ‘Quick Count’ Dua Jam Setelah Pemungutan Suara, Konstitusional 

Editor: Koko Triarko

Sidang Pengucapan Putusan Uji Materil UU Pemilu terkait Quick Count di Ruang Pleno, Gedung MK -Foto: M Hajoran

Saldi menyebutkan, sebagaimana telah dipertimbangkan sebelumnya, pertimbangan perihal budaya hukum dan budaya politik masyarakat turut pula menjadi faktor determinan terhadap tercapai atau tidaknya maksud mewujudkan kemurnian suara pemilih yang hendak dicapai, oleh asas jujur dan adil dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.

“Selain itu, secara metodologis, hitung cepat (quick count) bukanlah bentuk partisipasi masyarakat yang sepenuhnya akurat, karena di dalamnya masih mengandung rentang kesalahan (margin of error),” katanya.

Dengan demikian, sambungnya, sekecil apa pun rentang kesalahan dalam hitung cepat yang digunakan, akan tetap berpengaruh, terutama ketika selisih perolehan suara antarkandidat berada dalam rentang kesalahan tersebut. Artinya, keandalan hitung cepat adalah terjamin jika perolehan suara antarkandidat atau antarkontestan jauh melampaui rentang kesalahan tersebut.

Lanjut Saldi, pembatasan dalam bentuk penundaan pemenuhan hak untuk memberikan dan memperoleh informasi sebagaimana diuraikan di atas, yang disebabkan oleh perbedaan wilayah waktu tersebut, masih memenuhi syarat pembatasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945.

“Dengan pertimbangan demikian, dalil Pemohon terkait permohonan tersebut tidak beralasan menurut hukum,” tegasnya.

Sebagaimana diketahui, permohonan perkara uji materil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, tentang Pemilihan Umum diajukan oleh Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI).

Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 449 ayat (2), ayat (5), dan ayat (6), Pasal 509 serta Pasal 540 UU Pemilu yang memuat mengenai pengumuman survei atau jajak pendapat pada masa tenang, serta aturan mengeni pengumuman hasil hitung cepat selama dua jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian Barat.

Lihat juga...