Jantung Batu

CERPEN RISDA NUR WIDIA

AKU menemukan batu itu di pinggir jalan saat pulang kerja. Malam itu, karena menyelesaikan banyak pekerjaan di kantor, aku harus pulang kemalaman.

Lebih sialnya lagi, batere telepon genggamku habis dan aku tidak mendapatkan angkutan umum online di atas jam 12 malam.

Akhirnya aku berjalan kaki dari kantor menuju rumah. Untungnya jarak antara kantor dan tempatku tinggal tidak begitu jauh. Dan saat berjalan pulang, kakiku tidak sengaja tersandung sebuah batu seukuran kepalan tangan orang dewasa. Ketika aku melihat lebih dekat, batu itu berdenyut-denyut.

Pertama, aku mengira batu itu adalah seekor tikus sekarat. Saat aku berusaha mencari pembenaran pada dugaanku, ternyata aku tak menemukan kepala, biji mata, ekor, atau bulu tikus yang menjijikkan.

Benda itu sebuah batu. Tetapi anehnya, batu itu berdenyut layaknya organ manusia. Aku bahkan mengira batu itu memiliki nyawa. Aku lekas membawanya pulang.

Sesampainya di kamar, aku meletakkannya di meja kerjaku. Aku berusaha meyakinkan diri kalau yang tampak di pinggir jalan tadi benar. Tapi batu itu kini tenang, seperti batu pada umumnya.

“Apakah aku benar-benar melihat batu ini tadi berdenyut?” gumamku seorang diri.

Aku usap batu itu, dan tak ada respon. Lalu aku menekannya, batu itu terasa keras. Aku berpikir: apa aku berhalusinasi? Merasa janggal dengan pikiran sendiri, aku meninggalkan batu itu.

Mandi. Sebelum mandi, aku menghidupkan musik dengan suara lirih. Lagu lama berjudul Sinfonietta karya Janacek, aku putar. Sejenak aku melupakan batu itu.

Baru, setelah mandi, aku kembali dibuat bingung. Aku melihat batu itu kembali berdenyut. Batu itu seolah merasakan lantunan musik.

Lihat juga...