Belajar Keragaman Budaya Yogyakarta di TMII
Editor: Satmoko Budi Santoso
Terkait ukiran yang menghiasi Keraton Mataram, menurutnya, setiap ukiran memiliki filosofi. Seperti ukiran di pojok bangunan, namanya Wajikan. Itu bermakna rasa manusia. Dengan arah bangunan empat persegi jajaran genjang. Ini menunjukkan empat arah angka yang sangat fenomenal sebagai bilangan genap. Bisa diterjemahkan dua atau empat.
“Jadi kalau manusia itu genap. Dia sehat. Kalau rumah itu dibangun sesuai dengan itu, harapannya jadi sehat sehingga enak ditempati dan sedap dipandang,” ujarnya.

Lalu kaitan dengan ornamen juga bermakna kehidupan manusia. Seperti ornamen buntu walang atau gigi walang, jelas dia, adalah capaian bahwa orang harus semangat berjuang. Sesuai dengan disiplin ilmu atau kemampuan.
Kemudian, lanjut dia, ada rangkaian tangkai daun bunga dan lainnya. Juga paduan warna yang disajikan yaitu hijau, dan merah, gambaran kehidupan surgawi.
“Rumah itu indah kalau ditempati, jadi nyaman. Nah, warna hijau konotasinya adalah sejuk. Jadi gambaran bahwa Yogya itu adem,” paparnya.
Selain itu, kata dia, contoh lain ada probo-probo atas. Bermakna kalau yang atas adalah pancaran sinar Ilahi. Jadi, di rumah ada barokah, berkah itu datang dari pancaran sang maha pencipta.
Ngatiman mengaku, banyak turis, pelajar dan mahasiswa yang mengadakan studi banding ke anjungan DIY. Mereka bertanya filosofi bangunan keraton Yogyakarta, termasuk kekhasan ukiran dan ornamen. Begitu juga dengan benda-benda yang dipamerkan.