Belajar Keragaman Budaya Yogyakarta di TMII
Editor: Satmoko Budi Santoso
“Akhirnya mereka (prajurit- red) itu menetap dan beranak cucu di Yogyakarta, sampai sekarang,” ujarnya.
Pengunjung juga bisa melihat lampu dengan minyak kelapa yang selalu menyala. Di Keraton Yogyakarta, lampu disebut Kyai Wiji. Apinya diambil dari gunung merapi dan menyala abadi sampai sekarang.
Dalam ruangan Dalem Ageng juga dipamerkan diorama Candi Prambanan dan potensi wisata Yogyakarta lainnya. Selain itu, pengunjung juga terpesona dengan sepasang kaca besar dengan meja marmer. Kaca besar ini tembus cahaya, foto-foto Sri Sultan Hamengku Buwono ke IV dan ke IX dalam pakaian kebesaran.
Bagian belakang dari Dalam Ageng, terdapat ruangan yang dinamakan Gadri. Ini merupakan ruang keluarga dan makan.
Tapi kata Ngatiman, di anjungan, ruangan ini dimanfaatkan sebagai ruang rias dari studio tari.
Adapun bagian samping dari Dalem Ageng terdapat ruang Saketeng kanan dan Saketeng kiri, yang digunakan untuk memperagakan berbagai hasil kerajinan dari Kabupaten Bantul, Sleman, Kulon Progo dan Gunung Kidul.
Sedangkan, jelas dia lagi, bangunan tambahan yang terletak di seputar anjungan antara lain bangsal mandalayasa, dimana ditempatkan andong khas Yogyakarta.
Di bangsal ini juga ada kafeteria dan art shop Mataram, yang menjual hasil-hasil kerajinan kota Gede, Cokrosuharto dan lainnya. Terdapat juga bangunan tempat pembuatan keris.
“Anjungan DI Yogyakarta dibangun di TMII, sebagai show window pelestarian dan mengenal khazanah budaya Yogyakarta,” ujarnya.
Dia berharap, masyarakat Jakarta dan sekitarnya, setelah datang ke anjungan, bisa tahu budaya khas Yogyakarta.
“Jadi sebelum mereka datang ke Yogyakarta, bisa lebih dulu tahu informasi dari anjungan ini. Terbukti banyak wisatawan domestik dan turis ke Yogya,” ujarnya.