Dolar Melambung, Perajin Tas Kualitas Ekspor Tak Rasakan Untung
Editor: Mahadeva WS
YOGYAKARTA – Naiknya nilai tukar dolar Amerika Serikat yang mencapai hampir Rp15ribu sejak beberapa waktu terakhir, tidak menambah keuntungan pelaku usaha kecil, kerajinan tas kualitas ekspor, di daerah Nanggulan, Kulonprogo, Yogyakarta.
Hal itu disebabkan, perajin maupun penyuplai kerajinan, tidak mampu mengekspor produk hasil kerajinan mereka secara mandiri. Mereka masih mengekspor produk kerajinan yang dihasilkan melalui sebuah perusahaan eksportir. “Memang mestinya jika dolar naik, keuntungan kita meninggat. Tapi kenyataannya, tetap sama saja. Harga jual produk baik di tingkat perajin atau penyuplai tetap sama. Jadi yang untung ya hanya perusahaan. Mereka ambil barang dari kita dengan harga normal, namun bisa jual dengan harga tinggi,” ujar salah seorang perajin sekaligus penyuplai kerajinan tas bahan alam, Tumijo, Jumat (21/9/2018).
Warga Tanjungharjo, Nanggulan, Kulonprogo itu, mengakui ketidakmampuan para perajin tas untuk menjual sendiri produk mereka ke luar negeri. Hal itu masih tetap menjadi persoalan utama. Mayoritas perajin maupun penyuplai kerajinan tas bahan alam di daerahnya, hanya memasok produk kerajinan ke perusahaan-perusahaan besar untuk diekspor.
“Disini para perajin kecil memproduksi tas hingga setengah jadi. Mereka ambil semua bahan baku dari penyuplai. Setelah itu di tingkat penyuplai proses produksi dilanjutkan. Lalu dari penyuplai barang dikirim ke perusahaan untuk finishing,” jelasnya.
Penghasilan para perajin kecil diperoleh dari upah tenaga. Setiap perajin hanya mendapatkan bayaran, sesuai jumlah produk yang mereka kerjakan atau hasilkan. Sementara untuk harga jual di tingkat penyuplai, ditetapkan oleh masing-masing penyuplai.