Mantan Anggota DPRD Sumut Kembali Ditahan KPK

Editor: Koko Triarko

Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah. –Foto: Eko Sulestyono
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga saat ini terus memeriksa sejumlah tersangka mantan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatra Utara (Sumut), terkait dugaan suap.
Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, menjelaskan, hingga saat ini penyidik telah menahan 15 mantan anggota dewan. Mereka sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka, karena diduga telah menerima suap atau gratifikasi dari Gatot Pujo Nugroho, mantan Gubernur Provinsi Sumut.
“Total ada 38 orang mantan oknum anggota dewan yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik KPK, di antaranya sudah ditahan, dan lainnya masih menunggu giliran diperiksa, hendaknya mereka taat hukum dan datang memenuhi panggilan penyidik”, jelas Febri Diansysah di Gedung KPK Jakarta, Selasa (21/8/2018).
Febri Diansyah menjelaskan, bahwa salah satu tersangka yang baru saja ditahan hari ini adalah John Hugo Silalahi (JHS). Yang bersangkutan malam ini langsung menjalani masa penahanan sementara Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Pomdam Jaya, Guntur, Jakarta Selatan.
Febri menjelaskan, bahwa pemanggilan sekaligus pemeriksaan tersangka JHS tersebut sebenarnya merupakan penjadwalan ulang. Dalam pemeriksaan sebelumnya, tersangka JHS mangkir alias tidak datang memenuhi undangan penyidik KPK, karena berbagai alasan atau kesibukan.
Menurut Febri, setelah dilakukan proses pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta selama beberapa jam, maka penyidik langsung melakukan penahanan terhadap yang bersangkutan selama 20 hari pertama.
Masa penahanan tersangka JHS dapat dilperpanjang lagi, tergantung kebutuhan penyidik KPK.
KPK meyakini, bahwa sejumlah mamtan anggota dewan tersebut diduga telah menerima suap atau gratifikasi yang merupakan pemberian Gatot Pujo Nugroho. Uang yang diterima masing-masing mantan oknum anggota dewan jumlahnya bervariasi, mulai dari Rp300 juta hingga Rp350 juta per orang.
Menurut Febri Diansyah, pemberian sejumlah uang tersebut diduga terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemprov Sumut Tahun Anggaran (TA)  2012 hingga 2014, persetujuan perubahan APBD Pemprov Sumut TA 2013 hingga  2014, pengesahan APBD Pemprov Sumut TA 2013 hingga 2014, serta penolakan penggunaan hak interpelasi DPRD Sumut tahun 2015.
Lihat juga...