Produksi Karet Petani di Lamsel Meningkat di Musim Kemarau
Editor: Koko Triarko
LAMPUNG – Musim kemarau tak selamanya berdampak buruk. Bagi petani pekebun karet (Hevea braziliensis) di wilayah Lampung Selatan, musim kemarau justru berdampak baik.
Subandi (55), petani karet di Desa Kelaten, Kecamatan Penengahan, menyebut musim kemarau justru berdampak positif bagi petani karet. Pasalnya, produksi getah karet (lateks) maksimal bisa dilakukan, baik dari pemanenan serta kualitas getah yang dihasilkan.
Kondisi berbeda disebutnya terjadi saat musim hujan dengan produksi getah karet yang menurun. Hujan disebutnya berimbas pada penurunan produksi dan kualitas karet, karena terjadinya penundaan penyadapan dan mangkok getah karet terisi air hujan, sehingga berimbas kualitas lateks menurun.
Saat hujan, Subandi bahkan terpaksa memasang pelindung air hujan (rainguard), dengan harga Rp1.000 per buah. Ia juga harus membeli zat kimia untuk proses penggumpalan getah dengan harga yang tidak murah.
“Efisiensi penyadapan getah karet justru terjadi saat musim kemarau, dengan produksi getah yang mengucur deras, pemanenan bisa dilakukan pagi hari tanpa terjadi penundaan seperti saat terjadi hujan,” terang Subandi, Senin (23/7/2018).
Pada musim, , ia mengaku harus menggunakan zat penggumpal jenis Deorub K dengan harga Rp50.000 untuk 500 pohon. Zat kimia tersebut dipergunakan dengan meletakkan pada cairan lateks, agar segera membeku sebelum terjadinya pencucian oleh air hujan.
Petani pemilik sekitar 2.000 batang pohon karet di tiga lokasi berbeda tersebut juga mengaku, sebagai petani kecil pengeluaran biaya produksi justru meningkat saat musim hujan dibandingkan musim kemarau.
