Aku adalah anak pertama dan satu-satunya yang Ibu lahirkan. Walau selama tiga tahun Ibu hidup menjanda di Desa Nung Gundil Sari, kecantikannya masih saja dipuja-puji. Sejak masa iddah Ibu berakhir. Para lelaki bergiliran melamar, seperti melamar sebuah pekerjaan. Dan semuanya mendapatkan jawaban yang sama.
“Setelah Suamiku meninggal, segala urusanku dengan dunia selesai, kecuali dengan anakku.” Selalu kalimat itu yang kudengar sebagai jawaban bagi siapun yang berniat mau melamar Ibu.
***
MESKI sekolah libur di hari minggu. Tidak ada jam olahraga bagiku. Aku memilih tidur pagi. Sejak Ibu pertama kali bercerita sebelum tidur. Setiap malam sebenarnya aku tidak pernah tertidur hanya pura-pura mendengkur karena itu jalan satu-satunya yang bisa menghentikan cerita Ibu. Tapi meskipun Ibu pergi, bila mata terpejam seolah aku terlempar ke dunia kelam.
Dan aku langsung dikerubungi petaka-petaka besar. Dalam dunia itu penghuninya kejam, bertaring, bertanduk dan seluruh kulitnya berbulu. Badannya melebihi dunia yang aku tempati sewaktu menulis cerita ini. Makhluk-makhluk itu sepertinya sedang menjalani sebuah kutukan. Sifat dewasaku tidak mempan menolak takut. Satu-satunya pilihan hanya membuka mata lebar-lebar hingga menyingsing fajar.
Aku merayu Ibu. Pura-pura mengatakan bagaimana rasanya punya bapak baru. Setelah aku mendengar kabar, bahwa Pak Ruslan orang terkaya di Desa Nung Gundil Sari punya hajad meminang Ibu minggu depan. Istrinya sudah lama meninggal. Tapi sayang, bagi Ibu lamaran Pak Ruslan sama dengan lainnya. Cinta macam apa yang mempengaruhi Ibu? Ia sampai setia seumur hidup mencintai Bapak.