Hari Buku Nasional, Gauli Buku Terbitlah Cakrawala

OLEH MAKMUN HIDAYAT

Makmun Hidayat - Foto: Ist

Kini, buku dapat diakses dengan mudah. Tinggal bagaimana membaca buku itu menjadi sebuah kebutuhan, bukan lagi merasa wajib baca karena kita disemati sebagai anak sekolahan atau anak kuliahan, misalnya.

Di sinilah kemudian, semangat membaca dan membudayakan diri dan masyarakat untuk gemar membaca menjadi sangat penting. Apalagi hasil survei tentang minat baca, Indonesia masih tergolong rendah dibanding negara lainnya. Maka penumbuhan budaya literasi nasional, bukan semata menjadi tanggung jawab para pemangku kepentingan melainkan menjadi tangggung jawab kita bersama.

Setidaknya, itu dapat dimulai dari diri sendiri dengan memunculkan minat baca yang tinggi. Otak pun menjadi isi, dan terasah. Letak otak yang berada di bagian organ kepala atau orang Jawa bilang sirah, maka sirah harus terisi dan terasah, antara lain dengan membaca.

Sir Charles Sherrington mengatakan otak manusia adalah sesuatu yang tampak mempesona dengan jutaaan kumparan yang berkelip membentuk pola tertentu, suatu pola yang penuh arti dan tak kunjung diam, yang terdiri atas perubahan yang harmoni dari pola-pola yang lebih kecil. Itu seperti Galaksi Bimasakti memasuki suatu kosmik yang berdansa.

Sekaitan dengan penumbuhan budaya membaca, Ari Ginanjar Agustian dalam bukunya Emotional Spiritual Quotient (ESQ) mengatakan membaca adalah awal mula suatu ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan keberhasilan manusia. Dia menjelaskan, bahwa perintah untuk “membaca” adalah langsung diturunkan oleh Tuhan.

Quraish Shihab sebagaimana dikutip Ari Ginanjar menjelaskan, ketika diturunkan wahyu Tuhan untuk pertama kalinya, yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW, Jibril berkata: “Iqra (bacalah)”. “Ma aqra (tetapi apa yang harus dibaca?)”, pertanyaan Nabi tidak dijawab, karena Allah menghendaki agar beliau dan umatnya membaca apa saja, selama bacaan tersebut “Bismi Rabbika”, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan.

Lihat juga...