Suara-suara Angin

CERPEN ADI ZAMZAM

“Beta yakin ini pasti ada kaitannya dengan pemuda ata (golongan budak atau abdi, bawahan maramba) itu. Kenapa dia masih saja dibiarkan menjadi penghasut di tanah kita?” Umbu Bram mempersoalkan kedatangan Obeth setahun silam, yang sedang mencari bibit muda joki-joki tangguh dari tanah kelahirannya sendiri.

Tak peduli dari golongan apa. Rambu Hollida adalah salah satu yang terjaring dalam pencarian itu. Tentu saja atas seizin Umbu Balaso.

Ada yang langsung meledak dalam dada Rambu Hollida. Ternyata, dendam masih nyata bersarang dalam dada Bram Tako. Benih dendam itu tertanam setahun silam, ketika Rambu Hollida menolak calon pendamping yang disodorkan mamtua dengan alasan ingin meneruskan pendidikan ke Jawa.

Dari titik itu pulalah Hollida kemudian bertemu dengan Obeth. Sebuah pertemuan yang dibumbui dengan cerita kejutan, bahwa orangtua Obeth ternyata adalah mantan ata yang pernah dibebaskan Umbu Balaso.

Obethlah yang kemudian menyuburkan keinginan Rambu Hollida untuk menjadi seorang joki profesional —sebuah dunia yang menurut Hollida sering ia impikan sewaktu masih kanak: berkeliling ke berbagai penjuru dunia dengan kuda.

Kedekatan inilah yang kemudian menyulut ketakrelaan Rambu Mai. Obeth yang kerap bertandang ke uma Hollida dengan keakraban yang tanpa jarak, seolah menafikan asal-usulnya dahulu. Apakah soal Angin hanyalah alibi dari semua perkara ini?

“Zaman sudah berubah. Aku tak paham kenapa mamtua-mu selalu mengungkit-ungkit masalah itu?” komentar Obeth ketika Rambu Hollida menjelaskan alasan ketaksukaan sang ibu.

Rambu Hollida membisu. Tak dituturkannya masalah lain yang membayangi uma-nya. Ia lebih senang Obeth hanya mengerti sedikit, sebab rahasia yang terbuka lebar kadang bisa membuat jarak yang lebar pula.

Lihat juga...