Membenahi Pergaraman Nasional

OLEH MUHAMAD KARIM

Mengapa tahun 2017 peringkat Indonesia merosot ke 32 dan kalah dari Ethiopia? Padahal Ethiopia termasuk kategori miskin, kerap dilanda kelaparan akibat kekeringan hingga produksi pertaniannya merosot. Kini negara tersebut telah bebas dari krisis itu dan mengalami surplus pangan serta tidak lagi dihantui ancaman kelaparan.

Mengapa? Singkat cerita, Ethiopia telah menerapkan teknologi pertanian yang diadopsi dari Israel, dibarengi dukungan sumber daya manusia yang mumpuni. Organisasi kelembagaan petani pun menggunakan koperasi, mirip model koperasi unit desa (KUD) di masa silam. Sebuah langkah radikal dari pemerintahan Ethiopia untuk menyelamatkan rakyatnya dari ketergantungan pasokan pangan dari negara-negara lain di dunia.

Langkah Strategis
Pelajaran apa dari kisah sukses Ethiopia ini dan apa relevansinya dengan defisit kebutuhan garam yang melanda negeri ini setiap tahunnya? Lalu apa langkah-langkah strategi di masa datang?

Pertama, sebagai negara maritim yang wilayahnya dua pertiga lautan mewujudkan surplus produksi garam nasional adalah keniscayaan. Kita boleh saja tidak memiliki areal tambang garam di daratan. Akan tetapi, kita bisa memanfaatkan kemajuan teknologi yang mempercepat proses pergaraman air laut.

Mau tidak mau mengembangkan teknologi pergaraman untuk meningkatkan produktivitas, dan mutu produknya tidak bisa ditawar lagi. Jika terlambat dipastikan 2019 akan impor lagi. Masalahnya, apakah teknologi pergaraman di Indonesia sudah berkembang atau baru sebatas uji coba. Lalu apakah sudah dikenalkan dan dikuasai petambak garam kita?

Kedua, impor garam yang dilakukan pemerintah dan swasta setiap tahunnya otomatis menguras devisa negara. Mestinya, pemerintah dan parlemen mengalihkan saja devisa tersebut untuk membenahi produksi garam nasional secara menyeluruh dari hulu hingga hilir.

Lihat juga...