Wisatawan ke Gili Trawangan Tidak Dipungut Retribusi
Waktu itu mereka menginap di rumah-rumah penduduk, karena warga belum ada yang bisa berbahasa Inggris maka komunikasi menggunakan bahasa isyarat.
“Mereka tinggal di rumah penduduk dengan fasilitas seadanya, kadang mereka juga buang kotoran di pinggir pantai karena kita waktu itu belum ada apa-apa, jangankan listrik, lampu yang sedikit moderen pun belum ada, waktu itu kami masih menggunakan lampu dari minyak jarak, tetapi justrau para turis senang,” katanya.
Seiring terus meningkatnya kunjungan wisatawan, masyarakat mulai berpikir bahwa turis ini harus diberikan fasilitas. Akhirnya, masyarakat membuat usaha jenis bungalau dengan fasilitas seadanya. Bungalau yang terbuat dari kayu itu kemudian disewakan dengan harga tidak mahal, hanya Rp1.000 hingga Rp1.500 per malam, wisatawan dapat tiga kali makan dengan lauk ikan dan daging ayam.
Mata pencarian masyarakat Desa Gili Indah sekarang dari sektor pariwisata.
“Hampir semua masyarakat kami mata pencariannya dari pariwisata, kemudian berdagang dan sisanya nelayan. Nelayan ini pun tidak nelayan aktif tetapi hanya sambilan waktu mengantar tamu pergi mancing dia juga bawa pancing, kalau tidak mereka kembali ke pariwisata lagi,” katanya.
Di Desa Giri Indah tidak ada pengangguran, 99 persen masyarakat bekerja dan kehidupan mereka secara ekonomi meningkat. Kalau semula hanya karyawan kini mempunyai usaha sendiri, mempunyai kapal cepat untuk menjemput tamu yang mau datang ke tempat itu.
Mereka yang bekerja di tempat itu bukan hanya orang Gili Indah dan desa ini mempunyai peraturan bahwa perusahaan harus mempekerjakan 40 persen orang Gili Indah, sedangkan 60 persen lainnya dari luar desa.