“Hentikan pengambilan kekayaan kita ke negara lain. Kamu tinggal di sini harus ikut menjaga. Ini warisan tak ternilai. Ini kejayaan nenek moyang kita. Kita disuruh menjaga dan memelihara saja nggak bisa,” katanya terus mengomel.
Aku mengiyakan saja sambil manggut-manggut. Kami diam sejenak. Dia menghela nafas. Memandang patung lelaki Sumeria lagi. Tiba-tiba dia berkata.
“By the way. Ngomong-ngomong aku punya anak gadis yang sudah selesai kuliahnya. Cantik seperti ibunya hahaha…. Dia keasyikan kerja. Belum ketemu jodoh. Kamu punya anak laki-laki?” tanyanya.
Kaget juga aku disodori pertanyaan itu. Sesaat aku bingung menjawabnya. “Anakku masih SMA hehehe…” kataku berterus terang.
“Lho? Masak? Lha selama ini kamu ngapain aja? Saya kira kamu sudah punya cucu. Lha rumah tanggamu gimana? Kamu dulu SMP saja sudah pacaran. Gonta-ganti lagi.” Memang, aku belum sempat cerita tentang rumah tanggaku.
“Ya begitulah perjalanan manusia. Aku telat menikah. Kebanyakan mikir.”
“Kalau punya anak laki-laki seumuran mau saya tawari anak saya. Ternyata anakmu masih kecil. Gak jadi kita besanan.”
Kami saling tertawa. Tetapi hanya sesaat. Selebihnya membisu. Di dekat patung lelaki Sumeria kami hanya diam. Membayangkan benda berharga itu harus dijaga. Jangan sampai terbang ke negara lain. Dengan apa harus menjaga, sedang rakyat ada yang lapar perutnya.
Kami berjalan pulang tak banyak kata. Seolah semua sudah habis dikatakan. Memandang mentari yang masuk ke peraduan. Langit semburat jingga. Pohon di antara bukit dan rumah terlihat gelap. Senja seakan sempurna. ***
Bontang, 30 Oktober 2017
Sunaryo Broto, sastrawan. Bekerja di Pupuk Kaltim. Alumni Teknik Kimia UGM dan Magister Manajemen Universitas Mulawarman. Cerpen, artikel, puisi, catatan perjalanan, dan karya fotonya pernah dimuat di berbagai media seperti Republika, Kaltim Post, Tribun Kaltim, Suara Kaltim, Majalah Karya Bangsa, Samarinda Pos, dan lainnya. Beberapa bukunya telah terbit. Di antaranya kumpulan cerpen Pertemuan di Kebun Raya, Keringat Lelaki Tua, dan Perjumpaan di Candi Prambanan. Karya puisi dan cerpennya juga dimuat dalam Buku Ensiklopedia Sastra Kaltim, Kalimantan dalam Prosa Indonesia, Kalimantan dalam Puisi Indonesia, serta Kalimantan Timur dalam Sastra Indonesia.