Patung Lelaki Sumeria di Candi Cetho

CERPEN SUNARYO BROTO

“Iya betul. Kita hargai yang telah merenovasi. Bagaimanapun juga itu kekayaan nenek moyang kita,” katanya. “Salah satu benda dari situ, patung kepala Orang Sumeria aku lihat di Asian Art Museum, San Francisco,” lanjutnya.

“Masak?” tanyaku campur heran.

“Kalau gak percaya bisa lihat fotonya,” katanya sambil mencari file foto di HP.

Lalu dalam hitungan di bawah satu menit dia memperlihatkan foto patung kepala berambut keriting, berhidung mancung dan berewokan. Telinganya pakai ditindik. Ada keterangan, Place of Origin: Indonesia, perhaps Candi Sukuh or Candi Ceto, Central Java. Date: 1400-1500. Materials: Stone. Department: Southeast Asian Art. Collection: Sculpture.

Aku baru ingat patung itu ada di tangga masuk Candi Cetho, dekat pintu gerbang Candi Bentar.

“Kamu seperti orang arkeologi saja.”

“Lho aku kuliah 6 tahun di arkeologi.”

“Iya? Baru tahu. Berapa barang-barang peninggalan nenek moyang kita ada di negara lain? Apa bisa diminta kembali?”

“Di Belanda ada belasan ribu. Di Inggris ada enam ribuan, di Australia ada tiga ribuan. Gak usah mikir masa lalu. Sekarang saja kekayaan kita juga masih diambil negara lain, kamu juga tak bisa apa-apa.”

“Iya sedih juga. Aku gak bisa apa-apa mendengar berita kekayaan kita diambil negara lain. Bisanya kita hanya teriak-teriak saja di media sosial.”

Dia juga ingin bernostalgia waktu kemah pramuka di lapangan Ngargoyoso. Kami para pramuka berjalan kaki sejauh 5 kilometer menuju daerah atas ke Candi Cetho. Ini semacam napak tilas. Kami menuju Cetho dengan mobil.

“Ini resto Bali Desa. Ini Bale Branti. Ini Rumah Teh Ndoro Dongker. Di atas banyak lagi. Ada Omah Kodok, ada Lembah Sumilir. Sekarang Kemuning sudah ramai. Kalau Sabtu Minggu, jalan ini macet,” kataku sambil menunjuk jalan yang sekarang kulewati.

Lihat juga...