Begini Ketika Presiden Soeharto Memikirkan Solusi Kemacetan Jakarta
Editor: Satmoko
Pada saat sekarang memang sudah ada jalur khusus buy way TransJakarta, tapi dalam pelaksanaan masih separuh hati dan mash belum sepenuhnya agar mampu membuat masyarakat mau naik TransJakarta. Masyarakat sekarang lebih banyak memanfaatkan jasa transportasi online yang lebih praktis, mudah dan cepat.
Selain penerapan jalur khusus, langkah lain bisa ditempuh dengan melarang kendaraan pribadi memasuki jalan tertentu di waktu jam sibuk. Tentunya hal ini otomatis mendorong masyarakat menggunakan sarana angkutan umum yang tersedia, sehingga mendorong masyarakat mencintai kendaraan umum itu.
“Pajak kendaraan pribadi yang diperbesar juga merupakan altematif lain,” ujarnya.
Efisiensi
Bicara soal kemacetan, ternyata pada tahun 1977, Presiden Soeharto telah mewacanakan efisiensi penggunaan jalan raya dengan pembatasan penumpang, sebagaimana berita yang termuat di Kompas, Senin, 18 April 1977.
“Apabila kita mau, kita dapat menggunakan mobil-mobil pribadi seperti sedan dan jeep secara bersama-sama 4-5 orang. Tiap hari, kita pergi bersama-sama ke kantor dan juga pulangnya,” ujarnya.
Memaksimalkan kapasitas angkut mobil pribadi, kata Presiden Soeharto, lebih baik daripada warga masyarakat sekadar melihat ribuan kendaraan yang tiap hari hanya dijejali dengan satu orang penumpang.
Sebenarnya siapa yang paling bertanggung jawab atau apa penyebab kemacetan itu. Ternyata kita sendiri, artinya jika kita termasuk yang menggunakan kendaraan pribadi, apalagi jika kita yang menggunakan kendaraan pribadi dengan penumpang 1 orang saja.
Kalau marah, marahilah diri sendiri, kalau mengumpat, umpatilah diri sendiri. Tentu, kita akan protes dan mengatakan, kehadiran kendaraan pribadi yang semakin banyak adalah akibat kebijakan transportasi kota yang tidak ada. Akibat transportasi umum seperti bus maupun kereta yang sampai sekarang masih belum memadai, dipaksakan terlalu banyak penumpang hingga saling berdesak-desakkan yang tentu masih kurang aman dan nyaman.