Pasukan pemberontak yang dilengkapi peralatan perang berupa pelontar api buatan bangsa asing menjadi kekuatan yang sulit dihalau oleh pasukan kesultanan sekalipun jumlah mereka lebih besar. Pasukan pemberontak mengepung dan menjebol benteng pertahanan keraton kesultanan, kemudian mendudukinya.
Situasi begitu buruk dan tak terselamatkan bagi Kesultanan Cirebon yang sah. Melihat gelagat yang sangat gawat, sebagian prajurit segera membawa Pangeran Panjunan ke hutan di lereng gunung Ciremai untuk diselamatkan. Sebagian yang lain menahan gempuran pasukan pemberontak yang dibantu tentara penjajah yang berupaya mengejar dan menangkap Pangeran Panjunan. Keadaan sungguh kacau balau.
Kekasihku adalah salah satu prajurit yang melarikan Pangeran Panjunan ke dalam hutan di lereng Gunung Ciremai. Dia memimpin pasukan di baris depan melindungi Pangeran Panjunan. Mereka masuk jauh ke dalam hutan. Beberapa pemuda desa seperti diriku turut membantu membuka jalan ke hutan yang paling tersembunyi.
Berbulan-bulan Pangeran Panjunan bersama puluhan prajurit setianya menjadi pelarian di dalam hutan. Kami menangkap kijang, ayam hutan, dan memetik buah-buahan untuk makan supaya dapat bertahan. Para warga desa yang setia memasok bahan makanan untuk mereka. Tetapi itu tidak lama.
Pasukan Pangeran Kejaksan menutup semua jalan menuju hutan. Mereka menempatkan prajuritnya di tepi hutan untuk menggeledah penduduk yang hendak masuk hutan. Bila ada kedapatan penduduk yang membawa bahan makanan ke dalam hutan, mereka akan merampasnya, bahkan membunuhnya. Ayah dan ibuku di antara yang mereka bunuh.
Dalam pelarian ke dalam hutan itu kawanan prajurit yang tersisa berjumlah 200 orang termasuk para pemuda desa. Berhari-hari kemudian mereka terpecah jadi dua golongan. Sebagian besar berkeinginan keluar dari hutan dan menyerah kepada pasukan pemberontak, sisanya tetap bertahan. Kekasihku adalah termasuk yang ingin menyerah dan. Dia berniat menjadi warga biasa dan menjalani hidup wajar sebagai rakyat jelata.