Kebun Kopi

CERPEN MAHAN JAMIL HUDANI

SATU kalimat yang sering mengusik pikiranku adalah kau sering berkata bahwa kau ingin punya kebun kopi sendiri.

Itu suatu hal yang bahkan hampir-hampir tak pernah terlintas di pikiranku saat itu padahal aku adalah anak seorang petani tulen.

Masa kecilku bahkan dihabiskan di perkebunan kopi milik orangtuaku, di suatu kampung di bawah kaki pegunungan yang membujur sangat panjang di negeri kita, kampung yang semua penduduknya adalah petani kopi.

Awalnya aku tak pernah memperhatikan atau sekadar memedulikan ucapanmu. Aku pikir kau hanya bergurau atau asal bicara saja tentang keinginanmu itu. Aku yakin akan hal itu karena sebagai seorang yang dilahirkan di kota, di pulau yang begitu padat penduduknya, dan tentu tak ada yang berprofesi sebagai petani kopi, bagaimana mungkin kau bisa memiliki keinginan, lebih tepatnya impian seperti itu.

Kau mungkin bahkan tak pernah tahu atau sekadar melihat apalagi masuk ke perkebunan kopi. Kalau toh pernah kau melakukannya, dan entah di mana itu, kau pasti tak akan sanggup berlama-lama di dalamnya.

Aku, jika bertanya padamu pernahkah kau melihat perkebunan kopi dan kehidupan para petaninya, kau hanya tersenyum tanpa menjawab. Aku akan menyimpulkan kau memang belum pernah melihatnya.

Aku lalu akan banyak bercerita padamu tentang itu, menceritakan kehidupan masa kecilku, juga kabar dan cerita dari orangtua dan kakak-kakakku yang berprofesi sebagai petani kopi. Itu karena kau memintaku bercerita.

Kau akan menyimaknya dengan sungguh-sungguh dan bertanya banyak tak hanya kopi dan perkebunannya tetapi juga perkembangan harga kopi dari tahun ke tahun, atau juga tentang orangtua dan keluargaku. Itu semua akan menambah keyakinanku tentang ketidaktahuanmu tentang kebun kopi.

Lihat juga...