Usaha Gula Kelapa di Kelawi Tergantung Modal Tengkulak

Gula yang sudah diproduksi kerap dikumpulkan dalam wadah plastik dan kotak kayu khusus dengan ukuran 25 kilogram dengan harga Rp10.000. Setiap kotak ia mendapatkan uang Rp250 ribu atau Rp1 juta untuk setiap empat kotak. Hasil penjualan tersebut dipotong pinjaman oleh tengkulak dengan angsuran Rp250 ribu setiap berproduksi.

Gula kelapa atau gula merah siap jual hasil produksi usaha kecil Dusun Legok Noong Desa Kelawi [Foto: Henk Widi]
Ketergantungan pada tengkulak juga diakui oleh Joni (46) yang kini masih menekuni membuat gula sebagai sebuah ketergantungan psikologis karena sebagian tengkulak merupakan warga desa setempat. Total dari sebanyak 30 pembuat gula kelapa hanya separuhnya yang mulai bisa terlepas dari modal pinjaman tengkulak dan mulai melakukan peminjaman kepada pihak lain.

Ketergantungan psikologis tersebut diakuinya terjadi karena saat warga memerlukan kebutuhan mendesak untuk biaya pernikahan, biaya sekolah, kerap meminjam modal dari pengepul gula sehingga proses pengembalian modal diperoleh dari hasil membuat gula. Sistem tersebut diakuinya sudah berlangsung lama layaknya para petani jagung di wilayah tersebut tergantung pada bos jagung.

“Beberapa pembuat gula kelapa termasuk saya mulai bisa lepas dari ketergantungan tersebut dan bahkan saya sudah bisa mandiri setelah semua hutang saya lunasi,” beber Joni.

Joni bahkan berencana memprakarsai pembentukan koperasi gula atau pembuatan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) produsen gula yang memberi pinjaman untuk para pembuat gula kelapa. Namun rencana tersebut diakuinya belum bisa terealisasi karena sebagian alokasi dana desa sebagian masih diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur di wilayah tersebut.

Lihat juga...