Provinsi Riau kekurangan 415 ton beras akibat alih fungsi lahan pangan ke perkebunan kelapa sawit. Seiring dengan itu, tranformasi petani atau masyarakat adat menjadi buruh perkebunan juga tinggi, hal ini disebabkan tingginya peralihan tanah pertanian dan tanah masyarakat ke perkebunan kelapa sawit.
Masyarakat yang dulunya hidup mandiri sebagai petani menjadi hidup tergantung kepada perusahaan perkebunan sebagai buruh. “Pada kenyataannya, buruh perkebunan saat ini hidup di bawah garis kemiskinan. Jam kerja yang tinggi, status buruh yang tidak jelas, sistem upah rendah, tidak adanya jaminan dan keselamatan kerja, buruh anak, dan minimnya pemenuhan hak-hak normatif buruh menjadi praktek di hampir seluruh perkebunan di Indonesia,” kata dia.
Direktur Eksekutif Perkumpulan Sawit Watch, Inda Fatinaware, mengatakan eksploitasi buruh perkebunan semakin tinggi karena minimnya pengawasan dari Menteri Tenaga Kerja.
“Hasil pengamatan dan penelitian kami, hidup buruh di perkebunan sangat memprihatinkan, mayoritas mereka dieksploitasi dan nyaris hidup di bawah garis kemiskinan. Hal ini telah pernah kami beritahukan kepada Menteri Tenaga Kerja. Harusnya ini menjadi pertimbangan Menteri Darmin Nasution dalam membuat pernyataan,” kata Direktur Eksekutif Perkumpulan Sawit Watch Inda Fatinaware. (Ant)