JAKARTA – Lembaga swadaya Wahana Lingkungan (Walhi) dan Sawit Watch, mengatakan, pemerintah tidak menghitung kerugian lingkungan dan eksploitasi buruh yang ditimbulkan akibat adanya perkebunan sawit.
Hal tersebut dikatakan untuk menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, yang mengatakan industri kelapa sawit sangat berperan dalam pengentasan kemiskinan. Pernyataan ini dikatakan pada 13th Indonesia Palm Oil Conference di Bali pada 2 November 2017.
“Menteri Darmin Nasution tidak menghitung kerusakan lingkungan dan alih fungsi lahan sebagai potensi kemiskinan bagi rakyat,” kata Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), di Jakarta, Minggu (5/11/2017).
Deforestasi, eksploitasi lahan gambut, perampasan tanah petani, kerusakan sungai, pencemaran, alih fungsi lahan, dan dampak buruk lainnya dari pembukaan perkebunan kelapa sawit sangat berpotensi merugikan rakyat bahkan negara.
Pada kasus kebakaran hutan dan lahan tahun 2015, kerugian rakyat dan negara mencapai Rp200 triliun dalam waktu tiga bulan, ini belum dihitung kerugian kesehatan dan kematian. Negara bahkan harus membentuk suatu badan khusus untuk memulihkan dan merestorasi lahan gambut yang rusak, karena Karhutla pada 2013, 2014, 2015.
Hingga saat ini WALHI, Sawit Watch, beserta jaringan masih terus mendorong moratorium izin untuk menekan kerusakan lingkungan. “Alih fungsi lahan pertanian dan lahan pangan untuk perkebunan juga marak terjadi, sehingga banyak masyarakat yang kehilangan tanah dan sumber penghidupannya,” kata dia.
Data BPS Provinsi Jambi 2015, luas lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Tanjung Jabung Timur hingga 2013 sekitar 593 ribu hektare, sementara penurunan lahan pangan mencapai 10 ribu hektare dalam 3 tahun, 2009-2013.