MATARAM – Meski hanya berupa pulau kecil, Lombok menjadi salah satu daerah dengan masyarakat yang cukup beragam, termasuk suku, agama, budaya dan bahasa. Selain Suku Sasak sebagai suku asli Pulau Lombok.
“Lombok dan Sumbawa paling kaya dengan kebudayaan orality (lisan) mengingat hampir semua pertemuan bahasa, dari Jawa, Lombok, Betawi, Makassar, Bima Sumbawa, Bali, Bugis terdapat di Lombok dan tanpa sadar Lombok adalah daerah paling strategis,” kata budayawan NTB, Taufik Rahzen di Mataram, Kamis (26/10/2017).
Ia mencontohkan, untuk NTB misalnya, ada budaya lisan cakepung dari Pulau Lombok, Sakeco dari Pulau Sumbawa. Sangat menarik dan bisa dikenal dunia kalau dipentaskan dalam bentuk festival orality dunia yang melibatkan banyak budayawan baik di Indonesia maupun luar negeri.
Berdasarkan kenyataan itulah, betapa pentingnya culture orality, ada kegiatan yang diangkat dalam 100 kegiatan pariwisata. Salah satunya dalam pesona budaya Lombok Sumbawa.
“Kita tahu Lombok dan Sumbawa adalah salah satu kebudayaan yang paling kaya orality-nya. Kalau di Bali ada Ubud Writer and Reader Festival, maka di Lombok harus ada festival orality dunia, yang memang betul mendunia. Tidak sekedar melibatkan budayawan negara lain, tapi jadi tempat studi,” katanya.
Sederhana saja, dalam setiap festival budaya NTB yang menasional seperti Festival Bau Nyale, Festival Tambora, Festival Moyo dan pesona Lombok-Sumbawa, diselipkan festival orality. Bukan kegiatan presentasi atau melestarikan orality semata, tapi juga mengatur strategi kebudayaan ke depan yang bisa mengangkat budaya lokal, khususnya NTB.
Sementara itu, Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud, Sri Hartini mengatakan, sebagai upaya menjaga kelestarian nilai budaya kearifan lokal, selain berupaya merancang dalam bentuk kurikulum muatan lokal, juga memberdayakan komunitas dan pegiat kebudayaan yang ada.