Julianto memaksimalkan semua potensi kelapa tersebut, dan sebagian hasilnya dipergunakan sebagai biaya operasional lima pekerja yang membantunya mencungkil dan melakukan proses pembuatan kopra di penggarangan (tempat mengeringkan kelapa dengan proses pengasapan).
Perubahan harga kopra diakuinya ikut memukul sektor usaha produsen kopra, meski ia tetap yakin harga akan kembali naik menjelang pergantian tahun sekaligus memantau pergerakan harga kopra yang bisa berubah sewaktu-waktu.
Selain menyiasati anjloknya harga kopra, dirinya sebagai pebisnis jual beli hasil pertanian juga melakukan pengepulan hasil pertanian lain berupa coklat dan cengkih.
Menurutnya, di wilayah Lampung Selatan, pada musim panen Oktober ini harga coklat semula Rp23.000 per kilogram mulai bergerak turun di angka Rp20.500, sementara harga cengkih semula Rp120.000 menjadi Rp100.000 per kilogram. Upaya mengurangi kerugian dalam usaha jual beli hasil pertanian dilakukan oleh Julianto dengan memiliki lapak di daerah Serang Banten untuk mempermudah distribusi langsung ke konsumen, meski untuk komoditas kopra saat ini hanya dijual di wilayah Panjang Bandarlampung.
“Harapan kami produsen kopra harga bisa stabil di angka Rp10.000, sehingga biaya operasional bisa ditutupi termasuk untuk menggaji karyawan”, tutup Julianto.