Cuaca Buruk, Diversifikasi Usaha Tangkal Kerugian Nelayan

Sebagai sebuah usaha rumahan yang ditekuni sejak tahun 1988 layaknya sebagian besar warga di wilayah tersebut, dampak cuaca buruk berimbas pada bahan baku teri tidak ada, produksi terhenti, penghasilan tidak menentu yang menjadi pukulan bagi pemilik usaha tersebut. Beruntung Ngadimin memiliki pemikiran untuk melakukan investasi dengan cara membeli tanah perkebunan di lereng Gunung Rajabasa untuk menanam komoditas pertanian bernilai ekonomis tinggi.

Ngadimin bahkan mulai memanen sebagian cengkih miliknya yang berjumlah sekitar 100 batang. Sebagian dijemur untuk dijual dalam kondisi kering. Proses penjemuran selama kondisi panas hanya membutuhkan waktu empat hari hingga cengkih kering sempurna dan siap dijual dengan harga Rp100.000 per kilogram. Sementara tangkai atau cangkang dijual Rp2.000 per kilogram.

Ngadimin, menyiapkan candang wadah bambu merebus teri yang sulit diperoleh saat cuaca buruk. [Foto: Henk Widi]
Investasi usaha tersebut diakui diperoleh dari hasil mengumpulkan laba usaha pembuatan teri pada saat puncak masa teri ikan melimpah, berkisar bulan Februari hingga Maret. Sementara pada bulan lain dirinya memilih berhenti produksi sembari mengurus kebun. Jiwa wirausaha dari sang ayah yang bekerja sebagai PNS namun rajin bekerja di sawah dan bercocok tanam menjadi ilmu baginya dalam penyediaan alternatif pekerjaan lain sebagai sampingan, namun memiliki hasil yang lumayan.

“Pelajaran dari ayah saya agar bisa melakukan usaha tidak hanya satu jenis diterapkan di sini. Ketika cuaca buruk tak melaut dan bahan baku teri kosong saya bisa ke kebun,” beber Ngadimin.

Lihat juga...