Cuaca Buruk, Diversifikasi Usaha Tangkal Kerugian Nelayan

LAMPUNG – Ngadimin (50) terlihat tengah melakukan proses pengumpulan candang (wadah terbuat dari bambu), sangko (wadah dari plastik) serta lahang (tempat penjemuran) yang merupakan alat-alat pengolahan ikan rebus menjadi teri dan ikan asin sebagai pekerjaan rutin dirinya sebagai nelayan tangkap sekaligus nelayan pengolah teri.

Masa paceklik dialami Ngadimin bersama sekitar 30 lebih nelayan pengolah ikan yang berada di sekitar Desa Maja Kecamatan Kalianda serta desa-desa lain di pesisir yang menghadap ke Selat Sunda akibat angin kencang melanda wilayah tersebut. Dampaknya nelayan tak melaut, bahan baku teri nihil dan nelayan menganggur karena tak bisa mendapat bahan baku serta tak bisa memproduksi teri dan ikan asin.

Sebagian nelayan yang merupakan warga perantauan dari wilayah Pati Jawa Tengah, Serang Banten dan dari Sulawesi Selatan, menetap di wilayah pesisir Rajabasa mayoritas berprofesi sebagai nelayan tangkap dan nelayan pengolah teri dengan skala usaha rumahan menjadi penopang ekonomi keluarga. Ngadimin menyebut, usaha rumahan pengolahan teri dalam sehari rata-rata menghasilkan sekitar 300 kilogram atau tiga kuintal ikan teri saat normal dan minimal 50 kilogram saat paceklik ikan teri bahan baku.

Slamet, nelayan yang memiliki keahlian membuat pintu mengerjakan pesanan sekaligus mengisi waktu istirahat melut. [Foto: Henk Widi]
“Musim paceklik ikan bahan baku pemilik usaha perebusan teri kekurangan bahan baku. Kalaupun ada berasal dari kiriman nelayan luar daerah khususnya dari pesisir timur yang tidak terdampak cuaca buruk dengan pasokan terbatas,” terang Ngadimin, salah satu nelayan sekaligus produsen teri rebus asal Desa Maja Kecamatan Kalianda, saat ditemui Cendana News, Selasa (17/10/2017)

Lihat juga...