III. Dengan jatuhnya segenap kekuasaan negara ke tangan Dewan Revolusi Indonesia, maka Kabinet Dwikora dengan sendirinya berstatus demisioner. Sampai pembentukan Dewan Menteri oleh Dewan Revolusi Indonesia, para bekas Menteri diwajibkan melakukan pekerjaan-pekerjaan rutin, menjaga ketertiban dalam departemen masing-masing, dilarang melakukan pengangkatan pegawai baru dan dilarang mengambil tindakan-tindakan yang bisa berakibat luas. Semua bekas menteri berkewajiban memberikan pertanggungjawaban kepada Dewan Revolusi Indonesia c.q. menteri-menteri baru yang akan ditetapkan oleh Dewan Revolusi Indonesia.
IV. Sebagai alat daripada Dewan Revolusi Indonesia, di daerah dibentuk Dewan Revolusi Provinsi (paling banyak 25 orang), Dewan Revolusi Kabupaten (paling banyak 15 orang), Dewan Revolusi Kecamatan (paling banyak 10 orang), Dewan Revolusi Desa (paling banyak 7 orang), terdiri dari orang-orang sipil dan militer yang mendukung Gerakan 30 September tanpa reserve. Dewan-Dewan Revolusi Daerah ini adalah kekuasaan tertinggi untuk daerah yang bersangkutan, dan yang di Provinsi dan Kabupaten pekerjaannya dibantu oleh Badan Pemerintah Harian (BPH) masing-masing, sedangkan di Kecamatan dan Desa dibantu oleh Pimpinan Front Nasional setempat yang terdiri dari orang-orang yang mendukung Gerakan 30 September tanpa reserve.
V. Presidum Dewan Revolusi Indonesia terdiri dari Komandan dan Wakil-Wakil Komandan Gerakan 30 September. Komandan dan Wakil-Wakil Komandan Gerakan 30 September adalah Ketua dan Wakil-Wakil Ketua dewan Revolusi.
VI. Segera sesudah pembentukan Dewan Revolusi Daerah, Ketua Dewan Revolusi yang bersangkutan harus melaporkan kepada Dewan Revolusi setingkat di atasnya tentang susunan lengkap anggota Dewan. Dewan-Dewan Revolusi Provinsi harus mendapat pengesahan tertulis dari Presidum Dewan Revolusi Indonesia, Dewan Revolusi Kabupaten harus mendapat pengesahan tertulis dari Dewan Revolusi Provinsi, dan Dewan Revolusi Kecamatan dan desa harus mendapat pengesahan tertulis dari Dewan Revolusi Kabupaten.