Ini Legenda Jenang Pasar Lempuyangan Kesukaan Pak Harto

Gesti sendiri mengaku sampai saat ini masih mempertahankan resep peninggalan orangtuanya. Tak ada satupun yang diubah agar dapat menjaga kualitas rasa seperti aslinya. Baik itu dengan memasak memakai tungku kayu dan kuali, hingga memakai daun pisang untuk membungkus daun pisang.

“Semua resep jenang tradisional ini turun temurun dari keluarga suami saya yang asal Magelang. Karena sejak dulu banyak keluarga di sana berjualan jenang tradisional. Magelang memang pusatnya jenang seperti ini,” katanya.

Gesti mengaku biasa membuat sebanyak 4 kuali jenang setiap hari. Dari jumlah itu ia bisa menjual sekitar 200 lebih bungkus jenang. Selain menjual di pasar, ia juga menerima pesanan jenang untuk berbagai acara hajatan.

“Dulu saat Sri Sultan Hamengkubuwono X, mantu, hidangan jenang untuk para tamu juga pesan di sini,” katanya.

Gesti menjelaskan, jenang candil atau jenang biji salak, yang juga biasa disebut jenang grandul merupakan jenang yang terbuat dari tepung beras ketan dan gula jawa. Jenang ini memiliki warna kecoklatan yang khas dengan rasa manis. Pada jenang salak ini terdapat bulat-bulatan kecil dengan tekstur sedikit kenyal yang juga terbuat dari tepung ketan atau tepung beras. Bulatan inilah yang membuat jenang jenis ini diberi nama jenang biji salak, karena mirip seperti biji salak baik warna maupun ukurannya.

“Jenang biji salak ini yang paling digemari. Biasa disajikan dengan kuah santan dengan paduan rasa gurih,” katanya.

Sementara jenang sumsum merupakan jenang yang terbuat dari tepung beras. Terdapat dua jenis jenang sumsum, yakni jenang sumsum manis yang dimasak dengan tambahan gula jawa, serta jenang sumsum putih yang dimasak tanpa gula jawa.

Lihat juga...