Keropong Kebarek Lewo Kisahkan Kehidupan Masa Lalu Desa Ilegerong

LARANTUKA — Ada yang berbeda saat festival seni budaya yang digelar di kecamatan Titehena kabupaten Flores Timur, dimana anak-anak sekolah manengah pertama dari desa Ile Gerong membawakan tarian yang menggambarkan kehidupan zaman dahulu di desa mereka.

Sebanyak 16 anak-anak ini yang terdiri dari delapan laki-laki dan delapan perempuan menggunakan sarung tenun memperagakan dengan luwes gerakan-gerakan bagaimana masyarakat desa berkebun, mengiris tuak (Arak) dari pohon Enau, berburu, serta menenun dan memasak.

Maria Tuto, Pembina kelompok seni budaya di desa Ile Gerong kecamatan Titehena yang ditemui Cendana News menjelaskan, Keropong Kebarek Lewo dalam dalam bahasa daerah Lamaholot berarti muda-mudi desa.

Keropong artinya laki-laki sementara Kebarek artinya perempuan dan tarian Keropong Kebarek Leweo jelas Maria menggambarkan dinamika kehidupan di desa Ile Gerong teristimewa menggambarkan bermacam-macam kegiatan anak-anak muda desa pada zaman dahulu.

“Saat itu karena kesulitan ekonomi mereka tidak bersekolah dan hidup sederhana di desa dimana berbagai macam kegiatan mereka lakukan bersama-sama dalam suasana rukun dan damai,” ujarnya.

Suasana Kekeluargaan

Dalam tarian ini diperlihatkan gerakan anak laki-laki menggunakan cangkul dan parang memotong rumput dan membuka kebun baru dan menanam. Para wanita dengan memegang baki turut terlibat dalam membantu menanam padi.

Begitu banyak pekerjaan yang dilakukan dan diperlihatkan dalam tarian jelas Maria, dimana selain membuka kebun juga para gadis memasak (Lika Luran), menyulam dan menjahit (Tisi Taba), memintal benang dan menenun (Pute Ture dan Tane Tenane).

Gerakan tarian lanjjut Maria, diiringi lagu Mamun Lewo dan Kebarek Lewo yang diiringi permainan musik menggunakan alat musik gitar, gendang, rebana serta bunyi-bunyian dari giring-giring yang dikenakan di kaki para penari.

“Gerakan pertama Mamun Lewo menggambarkan tentang bekerja kebun, gerakan kedua menapis beras dan memasak serta dilanjutkan dengan para perempouan menjahit dan menyulam hingga Pute Ture membuat benang dan menenun selanjutnya para pemuda mengiris tuak dan berburu atau Preha yang digambarkan dengan gerakan memanah,” ungkapnya.

Emil Uran, pendamping penari lainnya menjelaskan, dalam tarian ini juga diperlihatkan bagaimana saat pagi dan sore hari para pemuda desa (Keropong) dan pemudi  (Kebarek) beramai-ramai mengambil air di mata air Wai Watomiten yang penuh senda gurau dan canda tawa.

Para pemuda desa juga sebut Emi, bersama-sama pergi berburu (Preha) dan hasil buruan seperti rusa dan babi hutan dinikmati bersama-sama sambil meminum tuak hasil irisan dari pohon tuak atau enau dalam seuasana penuh keakraban dan kekeluargaan.

Lihat juga...