Tantangan Dunia Islam: Memadukan Peradaban Spiritual dan Material

Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi – 18/12/2025

 

 

Peradaban manusia abad ke-21 berada pada titik paradoksal. Pada satu sisi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Revolusi digital, kecerdasan buatan, bioteknologi, dan globalisasi ekonomi telah mengubah cara manusia hidup, bekerja, dan berinteraksi.

Pada sisi lain, kemajuan material ini tidak diiringi kedewasaan moral dan spiritual sepadan. Dunia justru menghadapi krisis makna, ketimpangan sosial, kerusakan lingkungan, dan dehumanisasi semakin akut.

Dalam konteks ini muncul kembali pertanyaan klasik namun mendesak: apakah kemajuan material identik dengan kemajuan peradaban?

Pertanyaan tersebut membuka ruang refleksi besar bagi Dunia Islam. Selama beberapa dekade, Dunia Islam sering diposisikan sebagai pihak tertinggal secara teknologi dan ekonomi. Tetapi kaya akan nilai-nilai spiritual dan etika. Sebaliknya, Barat modern tampil sebagai pemimpin peradaban material, namun kerap dikritik karena kekosongan nilai dan krisis moral.

Tantangan terbesar Dunia Islam hari ini bukan sekadar mengejar ketertinggalan material. Melainkan menemukan cara memadukan peradaban spiritual dan material. Sehingga mampu menawarkan model kepemimpinan peradaban yang lebih utuh bagi dunia.

Pemisahan antara peradaban material dan spiritual merupakan ciri khas modernitas Barat. Sejak gerakan pencerahan, ilmu pengetahuan dikembangkan atas dasar rasionalitas instrumental. Sebagaimana dikemukakan Max Weber, sosiolog Jerman dan salah satu pendiri sosiologi modern. Ia menekankan efisiensi, kontrol, dan kegunaan praktis (Economy and Society; The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism).