“Alhasil, jengkol yang saya jual sekarang ini tidak membuat takut bagi yang menyantapnya karena sudah tidak lagi menimbulkan aroma bau jengkol dan tentunya tidak mengurangi ciri khas rasa dari jengkol tersebut,” jelasnya, Sabtu (29/7/2017).
Dirinya menjelaskan bahwa, Republik Jengkol berdiri pertama kali tepatnya pada 27 Maret 2012, bertempat di Komodor Halim. Setelah menjalani dua tahun di Komodor Halim, selanjutnya pindah tempat di jalan Kerja Bakti, Kramat Jati, hingga sekarang ini dan pada tahun ini juga membuka cabang di Ciracas, jalan raya Bogor KM 24.
Nama Republik Jengkol digunakan pertama bahan baku dan olahannya semua serba jengkol, yang kedua bila diartikan Re itu berarti kembali, Publik itu masyarakat, sehingga memiliki arti kembali ke selera masyarakat. Logo RJ yang dipakai juga banyak mengandung arti, bisa Raja Jengkol, Ratu Jengkol, Rejo (makmur), dan terdapat mahkota di atasnya memposisikan bahwa Republik Jengkol itu di atas dan di dalamnya terdapat Presiden Jengkol. Dengan falsafah itulah dirinya mencoba untuk memposisikan Republik Jengkol berada di atas.
Untuk modal awal membangun usaha ini, dirinya menghabiskan dana kurang lebih sekitar 50 juta untuk sewa tempat, membeli alat-alat masak yang dibutuhkan dan sebagainya. Dalam sehari untuk dua tempat menghabiskan 50 kilo jengkol yang didatangkan dari teman yang sudah memang dipercaya. Walaupun sekarang ini jengkol sedang melimpah, dirinya tidak serta merta menerima dari orang-orang yang menawarkan. Dirinya memang sudah menjalin kerjasama dengan temannya yang memasok jengkol untuk usahanya ini.
“Grafik peningkatan yang menyukai Republik Jengkol terlihat di tahun ketiga di lokasi Kramat Jati ini, yang biasanya sehari menghabiskan 10 hingga 25 kilo jengkol, naik menjadi 30 kilo dalam sehari. Omzet yang didapatkan dalam sehari berkisar 3 hingga 4 juta. Dari pendapatan itulah, alhamdulillah mulai berkembang hingga memiliki cabang di Ciracas,” katanya lagi.