Tukang Bakso yang Gemar Menabung di Tabur Puja Damandiri

SELASA, 7 FEBRUARI 2017

JAKARTA — Jejak Pemberdayaan Yayasan Damandiri — Bakso Solo sudah terkenal dengan sensasi daging sapi yang tiada duanya. Bahkan jika dicampur daging ayam pun tetap mempunyai sensasi kenyal dan gurih yang khas. Rasa daging sapinya juga masih terasa renyah sejak gigitan pertama sampai kunyahan terakhir.

Priyanto dan gerobak baksonya.

Begitulah cara Priyanto, seorang tukang bakso asal Solo, anggota Tabur Puja Yayasan Damandiri dalam mengolah bakso dagangannya.

“Masyarakat akrab dengan bakso Solo yang dominan daging sapi. Tapi saya tidak sanggup jika murni daging sapi yang digunakan karena modalnya terlalu besar. Jadi saya campur daging ayam dengan komposisi tujuh puluh persen daging sapi, tiga puluh persen daging ayam. Ini komposisi khusus daging saja, belum bahan campuran lainnya,” terang Priyanto yang juga karib disapa Supri kepada Cendana News.

Priyanto mendapat ilmu membuat bakso dari kakaknya saat pertama datang ke Jakarta 16 tahun yang lalu. Ia memilih berdagang makanan khususnya bakso, karena peluangnya lebih menjanjikan khususnya di Jakarta. Pilihan menjadi pedagang bakso keliling kampung menggunakan gerobak atau rombong agar dagangannya cepat laku.

Untuk membuat bakso, Supri menghindari penggunaan bahan pengawet jenis apa pun. Jika bakso dagangannya tersisa pada sore hari, ia tidak akan menjual bakso tersebut di hari berikutnya. Bakso yang tersisa akan dikonsumsi keluarga di rumah atau dibagikan tetangga.

“Sejak awal saya berdagang keliling kampung, saya mengamati pelanggan bakso biasanya remaja putri dan ibu rumah tangga. Rata-rata untuk dikonsumsi sendiri, akan tetapi banyak juga yang membeli bakso sebagai lauk pelengkap nasi bagi anak kecil supaya kenyang. Ini salah satu penyebab saya tidak menggunakan bahan pengawet apa pun. Kasihan pelanggan saya terutama anak-anak,” tambah laki-laki dua anak yang gemar menabung ini.

Lihat juga...