Gatot menjelaskan, Pak Harto merupakan anak pertama. Dia memiliki 7 saudara seibu. Pak Harto dilahirkan dan dibesarkan oleh ibunya Sukirah di sebuah rumah yang kini berada di kompleks Museum Monumen Soeharto, tepatnya di sisi timur Gedung Notosudiro. Saat ini bangunan rumah itu telah direnovasi menjadi sebuah bangunan pendopo kecil berbentuk Joglo.
“Di rumah inilah dulu Pak Harto dilahirkan dan tinggal. Sebelum dipugar, dulu bangunan rumah ini aslinya berbentuk limasan. Luasnya tidak jauh berbeda dengan bangunan sekarang, yakni 70 meter persegi,” tuturnya.
Tepat di belakang bekas rumah Pak Harto semasa kecil itu juga terdapat sumur tua berusia ratusan tahun yang telah ada sejak sebelum Pak Harto lahir. Sumur sedalam 5-6 meter yang dibuat oleh kakek Pak Harto ini bahkan masih bisa difungsikan sampai saat ini. Airnya tampak berlimpah dan bisa ditimba oleh pengunjung, karena tak pernah kering sepanjang tahun.
![]() |
Patung Pak Harto setinggi 3,5 meter di depan pintu masuk museum. |
“Pak Harto hidup dan tinggal di desa ini sejak lahir hingga umur 12 tahun. Setelah itu, dia ikut bersama bibinya bernama Prawiroharjo dan tinggal di Wonogiri,” jelasnya.
Sebagaimana anak-anak desa keluarga petani pada umumnya, Pak Harto semasa kecil dikatakan hidup dengan sederhana. Pada usia 6 atau 7 tahun ia disekolahkan di sebuah Sekolah Rakyat atau SD Tiwir yang berada tak jauh dari rumahnya. Saat ini SD tersebut masih ada dan berganti mana menjadi SD Menulis, sekitar 500 meter ke selatan dari Museum Memorial Soeharto.
“Sepulang sekolah Pak Harto biasanya mandi dan bermain bersama teman-temannya di sebuah sendang kecil. Sendang itu bernama Sendang Temanten. Saat ini sendang itu juga masih ada dan berada sekitar 300 meter dari sini,” katanya.