RABU, 23 MARET 2016
Jurnalis : Miechell Koagouw / Editor : Fadhlan Armey / Sumber Foto: Miechell Koagouw
TMII JAKARTA — Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan ibukota provinsi Kota Mataram (berkedudukan di pulau lombok), adalah provinsi yang terdiri dari dua pulau utama, yaitu Lombok dan Sumbawa. Penduduk asli NTB terdiri dari tiga suku asli yakni Suku Sasak yang berdiam di Pulau Lombok, serta Mbojo di daerah Dompu hingga Bima, dan Sumbawa atau disebut juga ‘orang samawa’ yang berdiam di Pulau Sumbawa.
?Replika Istana Dalam Loka Samawa sebagai bangunan utama anjungan provinsi Nusa Tenggara Barat TMII |
Area Anjungan Nusa Tenggara Barat (NTB) Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dari mulai pintu gerbang berhiaskan rimbunnya pepohonan serta taman-taman bunga. Di sisi kiri berdiri gagah miniatur Gunung Rinjani kebanggaan masyarakat NTB. Bangunan utama Anjungan NTB TMII mengambil bentuk bangunan Istana Tua Sumbawa atau disebut ‘dalam loka samawa’.
Masuk kedalam anjungan NTB membawa ingatan pengunjung kepada anjungan provinsi jambi. Dimana keduanya menampilkan diorama menawan dari kebudayaan masing-masing daerah. Istana Dalam Loka Samawa merupakan rumah panggung terbuat dari kayu jati, ditopang oleh seratus tiang kokoh dibawahnya serta beratap kembar. Memasuki ruang depan atau disebut ‘luyuk agung’ maka pengunjung bisa menikmati beragam replika pakaian adat, senjata tradisional, kain tenun khas NTB, peralatan makan sehari-hari, wadah perak dan perunggu, wadah keramik, peralatan meramu, peralatan penginangan, peralatan berburu serta peralatan menangkap ikan.
Pakaian adat pertama adalah Pakaian adat sehari-hari suku Mbojo di daerah Bima yang terdiri dari :
1. Pakaian pria berupa baju, tembe songke (salungka), weri songke, dan sambolo songke
2. Pakaian wanita berupa baju poro, tembe songke, kariro, dan jungge kere dudu.
Pakaian adat kedua adalah Pakaian adat sehari-hari suku Sasak di daerah Lombok yang terdiri dari :
1. Pakaian pria berupa kelambi, selewok, leang, dan sapuk.
2. Pakaian wanita berupa lembung, kemben, sabuk anteng, rantai gendit, subang, teken ina, teken nae, dan kain songket sasak lombok.
Pakaian adat ketiga adalah Pakaian adat sehari-hari suku Samawa di daerah Sumbawa yang terdiri dari :
1. Pakaian pria berupa lamung belo ima, sluar belo, pabasa, dan sapuk.
2. Pakaian wanita berupa lamung pene, kere alang, sapu toak, kembang goyang, tonang, kancing lamung, dan tekan ima.
Pakaian adat keempat adalah Pakaian adat Pengantin Samawa dengan permainan hiasan berwarna-warni pada pernaik pernik serta penggunaan empat warna pada busana yaitu hitam, kuning, merah, hijau, ditambah renda-renda keemasan berikut sebilah keris bagi mempelai pria.
Bagi penganten Suku Mbojo Bima, mereka memiliki adat istiadat menggunakan penasehat penganten sekaligus perwakilan keluarga yang disebut ‘ina dan ama bunti’. Tugas Ina dan Ama Bunti sebagai penasehat penganten sudah dimulai sejak prosesi meminang/lamaran, dilanjutkan tiga hari sebelum akad nikah sampai tiga hari setelah akad nikah. Pakaian adat tradisional Ina dan Ama Bunti juga turut dipamerkan di ruang luyuk agung anjungan NTB TMII.
Beralih ke sisi berikut dari ruang luyuk agung, kain-kain songket dan kain tenun asli dari NTB turut menjadi pusat perhatian pengunjung. Berbagai motif hias kain sumbawa atau disebut ‘kere alang’ serta berbagai motif hias kain lombok jenis tenunan lama seperti kain songket remawa, kain asap (pembuatannya diasapi), kain songket motif wayang dan payung agung, sabuk anteng, sabuk umbak, serta selendang adalah ragam kain tenun hias khas NTB yang masing-masing memiliki ciri khas berikut keindahannya tersendiri.
Di penghujung ruang luyuk agung pengunjung akan terhenti untuk melihat barisan replika senjata tradisional berupa keris tradisional khas NTB mulai dari keris gayaman lombok, pisau mone bima, sarung keris ‘rajahan’ (berukir huruf arab) sumbawa, berok pendok sumbawa, pemaja (pisau raut) lombok, berang sumbawa, keris togoan sumbawa, keris patung permata lombok, pedang rajahan lombok, bentuk gayaman lombok, keris luris lombok, sampai keris legendaris dari Mbojo Bima bernama ‘sampari’ yang merupakan warisan kesultanan Bima.
?Diorama tata cara dan prosesi persalinan suku Samawa dari Nusa Tenggara Barat |
Beranjak dari ruang luyuk agung pengunjung masuk ke ruang tengah dimana aslinya adalah sebagai ruang peraduan sultan berikut ruang bercengkerama keluarga kerajaan. Di ruangan ini terdapat ruang-ruang diorama peragaan upacara adat daur kehidupan mulai dari acara kelahiran sampai kematian, antara lain :
1. Tata cara dan prosesi melahirkan suku samawa daerah sumbawa, dimulai saat sang ibu melahirkan dengan dibantu ‘sandro’ (dukun melahirkan/beranak), kemudian bayi dimandikan oleh sandro, diazankan oleh sang ayah, diperlihatkan kepada sang ibu, sampai bayi tersebut diletakkan oleh sandro didalam ayunan bayi yang terbuat dari bambu.
2. Tata cara dan prosesi ‘ngurisan’ atau aqiqah suku sasak lombok tengah, dimulai dengan berkumpulnya masyarakat di acara aqiqah, sang bayi digendong oleh bapaknya, sampai kemudian diakhiri dengan pemotongan rambut bayi oleh tokoh masyarakat yang disebut ‘labai’ atau ‘tuan guru’.
3. Tata cara dan prosesi panati/meminang dari suku mbojo daerah dompu, dimulai dari rombongan keluarga calon mempelai pria datang dengan disambut oleh keluarga calon mempelai wanita, kedua keluarga membicarakan lamaran, menyandingkan kedua calon mempelai agar lebih akrab (jika lamaran pihak calon mempelai pria diterima) dihadapan seluruh keluarga besar kedua calon mempelai, diakhiri dengan acara doa dan syukuran atau ramah tamah.
4. Tata cara dan prosesi pernikahan atau ‘nyorong’ dari suku sasak Lombok Barat, dilengkapi dengan tandu penganten serta dua orang dayang-dayang cantik dihadapan pelaminan.
5. Tata cara pernikahan atau disebut ‘jambuta’ dari suku Mbojo daerah Bima, yang diambil dari prosesi pernikahan ‘pengantin asi’ atau pengantin bangsawan suku Mbojo. Dimulai dengan kedua mempelai bersanding di pelaminan (uma ruka), mempelai pria menggunakan baju ‘pasangi’ dengan hiasan ‘kasigar dan siki’, mempelai wanita menggunakan baju ‘poro’ dengan hiasan ‘wange’. Kedua mempelai memiliki banyak pendamping yakni dua gadis belia (untuk dikhitan), seorang bocah lelaki (untuk dikhitan), dayang-dayang berbaju ‘poro’ warna-warni yang diambil dari teman-teman dekat kedua mempelai, serta tidak ketinggalan yang terutama adalah inang pengasuh (pape) berbaju ‘poro ne’e yang memberikan nasihat kepada kedua mempelai mengenai segala hal menyangkut kehidupan pernikahan kedepannya.
6. Tata cara dan prosesi menjelang penguburan dari suku Bayan lombok utara, disini diorama sakramen menjelang penguburan yang diketengahkan adalah milik Desa Bayan Lombok Barat sebelum masuknya agama Islam ke daerah tersebut.
7. Tata cara dan prosesi khitan (nyunatan) dari suku sasak Lombok Timur, dimana bocah pria didudukkan diatas dipan didampingi sang ayah, kemudian dilakukan proses khitan oleh juru khitan/juru sunat.
Didalam ruangan tengah ini pengunjung dapat pula menyaksikan beragam replika maupun benda asli mulai dari peralatan bertani khas masyarakat NTB dari berbagai suku yang ada, peralatan dapur, sampai peralatan rumah tangga.
Selesai diruang tengah maka pengunjung menaiki tangga ke lantai kembar bangunan anjungan NTB di sisi kiri bangunan. Sesampai diatas, pengunjung disuguhi beragam peralatan tradisional sehari-hari masyarakat NTB berikut kerajinan tangan berupa ukiran patung khas NTB, topeng senanti Lombok Timur, miniatur alat tenun tradisional, alat-alat musik tabuh tradisional, sampai dokumentasi asli tempat-tempat wisata di wilayah NTB serta kuda sumbawa hitam yang melambangkan pulau sumbawa sebagai pemasok ‘susu kuda liar’ yang sudah terkenal di seantera nusantara.
Berpindah ke lantai dua di sisi kanan bangunan, maka pengunjung dapat menyaksikan berbagai peralatan sehari-hari masyarakat NTB yang masih sangat tradisional berikut kerajinan-kerajinan tangan anyaman serta rajutan jerami yang menonjolkan kreatifitas masyarakat NTB secara keseluruhan. Hal menarik disini adalah pengunjung dapat pula menemukan alat permainan anak seperti ‘congklak’ (sama dengan di anjungan riau dan kepulauan riau).
Anjungan NTB TMII juga dilengkapi dengan area pertunjukkan seni dan budaya yang terletak megah di sisi kanan bangunan anjungan utama. Replika tiga buah lumbung padi (samba/pantek) masyarakat sasak Lombok lengkap dengan diorama kandang tempat peristirahatan kuda beserta keretanya sekaligus, dimana memelihara kuda merupakan ciri khas masyarakat NTB pada umumnya. Dan untuk menunaikan shalat lima waktu, maka pengunjung dapat mengakses mushola dengan menara Masjid Bima yang khas tepat di sisi pintu keluar anjungan.
Kesan yang didapat pengunjung pastinya sangat luar biasa. Anjungan Nusa Tenggara Barat (NTB) Taman Mini Indonesia Indah (TMII) mengedepankan pengenalan masyarakat akan adat istiadat serta kebudayaan lokal mereka dibanding langsung mempromosikan obyek wisata. Padahal beberapa tempat wisata di wilayah NTB (salah satunya Pantai Kuta yang berpasir bulat putih seperti beras) merupakan daerah yang sangat indah, bahkan digadang-gadang bisa menyamai pesona obyek wisata Provinsi Bali, saat pengelolaan sekaligus penataannya sudah semakin baik kedepannya.
?Tiga buah replika ‘samba’ atau ‘pantek’ yakni lumbung padi khas suku sasak Lombok |
Membayangkan menyantap makanan khas NTB seperti ‘sepat’ (ikan tongkol berkuah dari sumbawa), ‘bebalung’ (gulai iga sapi dari lombok), ‘plecing kangkung’ lombok yang terkenal besar-besar mengundang selera (lalapan sayur kangkung direbus dibubuhi sambal), lengkap dengan minuman es madu sumbawa, di pinggir pantai ‘sengigi’ lombok adalah sebuah impian yang harus menjadi kenyataan bagi setiap pengunjung Anjungan NTB TMII.