CENDANANEWS – Tumpukan sampah berton ton dengan berbagai macam jenis sampah tak menyurutkan para pekerja kebersihan untuk memindahkan sampah yang membukit di Tempat pembuanaga Akhir di Kelurahan Sukapura Jakarta Utara. Lalat lalat beterbangan dengan ditambah aroma yang menusuk hidung tak membuat para pekerja berhenti sejenak, mereka tetap melakukan aktifitasnya sambil sekali kali bersenda gurau dengan sesama pekerja kebersihan dari Suku Dinas Kebersihan Pemerintah Kota Jakarta Utara.
Beberapa pekerja tersebut terlihat orang dewasa, namun dari diantara mereka sesosok anak yang terlihat ikut menggaruk sampah sampah tersebut ke keranjang. Saat Cendananews berada di dekat tumpukan sampah tersebut sang anak terlihat asik memunguti sampah sampah plastik berupa botol minuman, kertas kardus, serta plastik lainnya yang bisa dimanfaatkan untuk dijual kembali.
“Namaku Supri bang, ni lagi bantu bantu bapak, soalnya di kampung ga ada kerjaan,” ujar Supri (11) nama anak itu kepada Cendananews.com Rabu (18/3/2015).
Supri, anak usia sekolah dasar yang seharusnya mengenyam bangku Sekolah Dasar ini agaknya tak bisa menikmati masa masa tersebut. Supri mengatakan sambil memunguti botol botol bekas ke gerobaknya, alasan biaya membuatnya tak bisa menikmati bangku sekolah. Keterbatasan biaya yang membuat anak seusia Supri harus ikut hijrah ke Jakarta bersama sang Ayah , Kurdi (50) meninggalkan daerah asalnya di Indramayu Jawa Barat untuk mencoba peruntungan di Jakarta.
“Saya ikut bapak soalnya di kampung ga ada kerjaan, mau sekolah juga sudah terlanjur senang bantu bapak jadi tukang sampah di sini,”ujar Supri.
Menurut Supri, ia dan sang bapak setiap hari dari pagi hari sudah berkeliling dari rumah ke rumah warga Kelurahan Sukapura untuk mengambil sampah milik warga. Sampah sampahj yang diletakkan di depan rumah warag tersebut selanjutnya akan dibawa ke tempat pembuangan sementara lalu akan dibuang ke tempat pembuangan akhir di Bantar gebang.
“Sambil mengambil sampah saya juga memilih sampah plastik, kardus yang bisa dijual untuk bantu bantu bapak sama ibu,”ujar Supri.
Supri tak canggung berada diantara orangtua yang jelas jelas berbeda generasi tersebut untuk mengais setiap sampah yang akan dipindahkan ke bak truk. Matanya terlihat jeli untuk menyingkirkan sampah yang bisa dimanfaatkan untuk dijual kembali.
Seperti dituturkan olehnya dan Kurdi sang ayah, sampah sampah tersebut nantinya akan dibawa ke rumah petaknya. Rumah yang tepatnya adalah milik sang bos tempat mereka menumpang dan menjadi lokasi untuk menyortir sampah tersebut di daerah kopi jenggot.
Kurdi mengaku sebenarnya ingin menyekolahkan anaknya yang masih usia sekolah dasar namun keterbatasan ekonomi membuat ia justru mengajak anak laki satu satunya untuk ikut bekerja. Ia mengaku sebenarnya sudah ada seseorang yang menawarkan anaknya untuk disekolahkan dan juga berikut biayanya.
“Anak saya yang ga mau sekolah sebab sudah terlanjur biasa ikut saya bekerja beginian,” ujar Kurdi.
Dalam sehari Supri dan sang ayah mengaku membawa satu gerobak berisi sampah sampah plastik yang nantinya akan dipilih lagi di rumah untuk bisa diambli barang yang bisa dijual. Untuk kardus bekas Supri mengaku dihargai Rp800,- perkilogramnya sementara untuk sampah plastik dihargai Rp1.600,- perkilogramnya.
Meski demikian Supri mengaku tak merasa lelah membantu sang ayah mendorong gerobak sampah setiap harinya. Ia mengaku ingin terus membantu sang ayah agar bisa ikut menghidupi keluarganya di mana ibunya masih harus mengurus adiknya yang berumur 8 bulan.
Supri yang seharusnya mengenyam bangku sekolah ini menjadi satu potret buram anak anak yang seharusnya bisa mengenyam pendidikan di negeri ini dan justru sudah harus merasakan kerasnya hidup di Jakarta.